Home » Warta Umum (Page 55)

Category Archives: Warta Umum

KPAI : Kegiatan Belajar Di Luar Kelas Turunkan Tingkat Stress Anak


GKJbrayatkinasih, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung kegiatan belajar di luar kelas yang diperingati tanggal 7 September setiap tahunnya. Kini, sedikitnya ada 20 negara yang mendukung dilakukannya kegiatan pembelajaran di luar kelas ini.

Di Indonesia sendiri dengan dikoordinir oleh LSM Kerlip bekerja sama dengan Kemendikbud, Kemenag dan KPPA, telah terdaftar 2.168 sekolah/ madrasah /PAUD/SLB dari 18 Provinsi, dengan melibatkan siswa sebanyak 341.772 siswa. Demikian disampaikan Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty   di Jakarta, Kamis (7/9/2017)

“Yang dimaksudkan hari belajar di Luar Kelas adalah hari untuk merayakan serta menginspirasi bermain dan pembelajaran di luar kelas dengan memprioritaskan waktu bermain,” ujar Siti. Pembelajaran di luar kelas menurut KPAI akan meningkatkan kesehatan anak, melibatkan mereka dalam pembelajaran serta mendorong keterikatan anak dengan alam.

“Bermain bukan hanya mengajarkan keterampilan penting dalam kehidupan, seperti daya tahan, kerja sama, dan kreativitas, tetapi juga merupakan hal yang pokok bagi anak untuk menikmati masa kecil mereka,” kata dia.

Dengan maraknya permasalahan kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah, maka salah satu upaya menurunkan tingkat stress pada anak/siswa adalah dengan mengefektifkan kembali keceriaan mereka melalui kegiatan yang diluar rutinitas.

“Pada kegiatan ini antara lain diisi dengan kegiatan sarapan bersama, dengan makanan olahan yang sehat, gerakan peduli lingkungan, bermain bersama dalam permainan tradisional yang lebih mengutamakan permainan kelompok dari pada diri sendiri (solitaire),” ujar Sitti. (Sumber: kpai.go.id)

Dukung Perpres, KPAI Nilai Penting Pendidikan Karakter Bagi Anak


GKJbrayatkinasih, Jakarta- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengepresiasi, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sebab, Perpres PPK sangat menekankan pada penguatan pendidikan karakter.

Dia menambahkan, aturan tersebut tidak seperti Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang menekankan pada hari sekolah dan lamanya anak belajar di sekolah. “Selain itu, Perpres PPK menghapus kewajiban sekolah delapan jam per hari atau 40 jam per pekan, hal ini jelas didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan yang terbaik bagi anak,” kata Retno melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (7/9).

Retno menerangkan, pada Pasal 9 Perpres tentang PPK, terlihat pemerintah mengakomodir pihak-pihak yang keberatan dengan pemberlakuan sekolah lima hari. Pasal tersebut kemudian memberikan pilihan lima hari atau enam hari sekolah.

Bahkan, Pasal 9 Ayat 3 menentukan persyaratan sekolah lima hari melalui poin (a) sampai dengan (d). Selain kecukupan pendidik, syarat sekolah lima hari yakni harus didukung sarana dan prasarana memadai serta kearifan lokal dan pendapat ulama atau tokoh agama.

“Prasyarat menjadikan lima hari sekolah tidak mudah dilaksanakan oleh satuan pendidikan tanpa memenuhi keempat prasyarat tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Perpres PPK juga tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan. Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari perpres yang menjadi petunjuk teknisnya.

Lima Saran KPAI

Retno Listyarti menyarankan lima hal agar penguatan pendidikan karakter berhasil. Menurutnya, membangun karakter harus dimulai dengan membangun budaya sekolah (school culture). Artinya, melibatkan seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder di sekolah. Mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orang tua serta masyarakat sekitar.

Kedua, Retno melanjutkan, pembangunan karakter harus dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah. Sebab, 70 persen perilaku anak-anak adalah meniru. Dia menambahkan, anak belajar dari model atau butuh panutan atau role model di sekitarnya.

“Misalnya sekolah ingin menanamkan karakter jujur, harus dimulai dari kepala sekolah yang mengelola keuangan sekolah secara transparan, laporan keuangan dapat diakses di website sekolah, anggaran disusun dengan partisipasi warga sekolah, dan lain-lain,” ujar dia melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (7/9).

Dia menerangkan jika kepala sekolah mencontohkan transparan maka pengurus OSIS pasti meniru dengan mengelola uang secara transparan. Juga melaporkannya secara transparan kepada publik.

Ketiga, dia menjelaskan, mendidik karakter adalah membangun kebiasaan, perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan. Misalnya, perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah di sekolah.

Dia menerangkan anak-anak perlu dibiasakan menyimpan sampahnya kalau tidak menemukan tempat sampah. Jika anak-anak terbiasa melakukan ini maka dia akan menyimpan sampai sampai menemukan tempat sampah.

Retno menuturkan ini harus konsisten dan secara terus menerus dilakukan. Tentu saja, dia mengatakan guru dan kepala sekolah harus menirukan hal serupa sehingga menjadi panutan atau teladan bagi siswa.

Keempat, dia mengatakan, keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang akan jadi role model bagi peserta didik. Tidak adil kalau pendidikan penguatan karakter hanya menuntut anak berubah tetapi tidak diiringi dengan perubahan manusia dewasa di sekitar anak.

Kelima, Retno melanjutkan, agar PPK berhasil diimplementasikan oleh satuan pendidikan, pemerintah harus berkonsentrasi penuh melatih dan mempersiapkan guru. Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi delapan standar nasional pendidikan (SNP).

“Yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan,” ujar dia.

Retno mengapresiasi perpres ini. Namun, dia menyatakan, aturan ini tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan. Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari perpres yang menjadi petunjuk teknis.

“Ada Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi PPK. Pertama, karakter tidak bisa di diteorikan apalagi didiktekan pada anak. Karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah,” kata Retno. (Sumber: kpai.go.id)

Jelang Kongres Pastoral Asia Pasifik 2017

(John Livingstone Wuisan M.Min (kanan) bersama Pdt. Daniel Susanto MTh, Psi, saat memberikan keterangan kepada wartawan)

GKJbrayatkinasih, Jakarta- Asosiasi Pastoral Indonesia (API) akan melaksanakan Kongres Pastoral Asia Pasifik 2017 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 19-22 September 2017.

Menurut Ketua Panitia Pelaksanan Kongres API John Livingstone Wuisan M.Min, kegiatan yang dilaksanakan empat tahun sekali ini mengusung tema ‘Pelayanan Pastoral dan Kekerasan’. Sedangkan unsur kekerasan yang akan diangkat terbagi tiga yaitu kekerasan terhadap anak dan perempuan (violence towards women and children), kekerasan terhadap masyarakat dari sisi politik (violence on social and politic life), serta kekerasan terhadap lingkungan hidup (environmental violence).

“Ketiga bidang utama tersebut sudah dikaji mendalam melalui beberapa forum grup diskusi dengan topik bahasan yang beragam dan aktual. Dengan demikian, peserta akan mendapatkan pembekalan yang cukup untuk melakukan aksi pastoral guna mencegah terjadinya tindak kekerasan maupun menolong para korban,” jelas John Livingstone kepada sejumlah media di Jakarta, Selasa (5/9).

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum API Pdt. dR. Daniel Susanto MTh, Psi, menegaskan bahwa kekerasan sebagai tema kongres API kali ini sudah dipertimbangkan dengan sangat matang.

“Akhir-akhir ini persoalan kekerasan menjadi topik dan persoalan yang mengemuka. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Sebab itu bentuk teror dalam skala terkecilpun harus dicegah agar tidak membesar dan meluas. Apalagi masyarakati Indonesia masih mudah tersulut dengan berbagai isu SARA,” ujarnya.

Melalui kegiatan ini diharapkan akan muncul peningkatan kepedulian orang terhadap permasalahan keluarga, masyarakat dan bangsa termasuk lingkungan.

Para pembicara dalam kegiatan ini antara lain Pdt. Dr. Daniel Susanto, Rev. Prof. Dr. Emmanuel Y. Lartey, Pdt. Jaharianson Saragih, STh, Msc, PhD, Rev. Prof. Dr. Takaaki David Ito, Dr. Rebecca Young, Prof. Sonny Keraf, Pdt. Dr. Liesje A. Sumampouw, dan Jhon I.M. Patiwael.

Kongres API 2017 yang rencananya akan dibuka oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly ini, bakal diikuti 200 peserta dari Indonesia dan 50 peserta dari mancanegara. (Sumber: pgi.or.id)