Home » Artikel (Page 28)

Category Archives: Artikel

Kehilangan Motor


“Pak, karcisipun pundi ?”, kata saya meminta karcis kepada tukang parkir di Jalan Malioboro. Setelah mendapatkan tanda penitipan barang atau lebih tepatnya tanda pembayaran retribusi parkir, segera saya berlari menuju mall di jalan yang ramai wisatawan itu. Setelah sekian lama mencari benda yang menjadi target operasi, dan setelah mata kembali bersih karena dicuci di mall, lelahlah tubuh tambun ini. Setelah selesai memenuhi permintaan perut dan cukup bagi kaki untuk berselonjor maka bergegaslah kaki ini mengayun menuju parkir motor.

Saya behenti senjenak, melihat tempat yang tadi motor inventaris gereja itu terparkir, yang ada adalah motor bebek butut. Sambil berjinjit-jinjit saya coba menyapu seluruh penjuru parkir di tepian jalan penuh sesak dengan kendaraan, mencari tanda-tanda keberadaan kendaraan yang sudah menemani saya selama 4 tahun ini.

Setelah sekian waktu, seorang yang menggunakan rompi warna oranye mendekat dan bertanya : “Motore nopa mas ?”. “Mega Pro pak, kala wau kula parkir wonten mriki“, jawab saya sambil mengulurkan tanda parkir. Selelah mencari beberapa waktu, pria bertopi itu menyatakan bahwa dia adalah petugas pengganti karena teman yang sebelumnya sudah pulang.  Saya agak kaget dan mulai membayangkan hal buruk terjadi. “Pak, terus piye iki ? Aku mau parkir neng kene”, dengan suara yang meninggi sambil menunjuk kartu parkir yang tadi saya serahkan.

“Waduh mas, aku ora ngerti je”, kata laki-laki kurus itu sambil berlari kecil ke arah orang yang mau mengambil motornya. Saya mencoba berjalan mengikutinya dari belakang, berdiri mematung memandang dia sibuk mengeluarkan motor dari barisan parkirnya. “Sebentar ya mas”, katanya dengan wajah yang tenang. Saya semakin gusar melihat ketenangan wajah juru parkir itu, dan mencoba tenang sambil berdoa. Saya mengambil hp dan kemudian mencoba menghubungi teman-teman yang pernah saya layani di Lembaga Pemasyarakatan namun semuanya tidak dapat dihubungi. Saya meminta lagi karcis yang tadi saya serahkan, sejurus kemudian saya sudah menyeberangi jalan menuju Sosrowijayan. Saya mencoba mencari kenalan yang ada di sana, siapa tahu dia bisa memberikan jalan keluar atas kejadian buruk yang saya alami ini. Namun semua hasilnya mengecewakan, tidak ada jalan keluar dan hanya berbagai pertanyaan yang menyudutkan.

Saya putuskan untuk mencari sendiri, di tempat-tempat yang belum pernah saya terlusuri di gang-gang sempit. Saya terus berjalan, mengamati sambil sesekali mengusap air mata yang entah kenapa sulit dibendung. Saya bingung dan membayangkan pertanggungjawaban yang harus saya buat soal kehilangan motor dinas ini. Setelah lelah berkeliling tanpa arah yang pasti dan dengan hasil yang mengecewakan, saya kembali ke tempat parkir yang semula dan menayakan apakah ada kabar baik yang bisa memulihkan sumsum tulang saya. Namun ternyata jawaban yang datar dan ekspresi tanpa bebanlah yang saya terima. Setelah membeli air minum kemasan dan menuangkannya ke jalur kering di balik mulut, saya berjalan lagi dan menyusuri jalan-jalan kecil yang lain sambil terus mengawasi keadaan sekeliling mata.

Setelah berputar-putar menghabiskan seluruh harapan, akhirnya saya terduduk di tepi gang sempit. Dengan tangan merangkul kedua kaki, saya berdoa sambil menangis. Saya ingat betul doa yang luar biasa ini ; “Tuhan, buatlah saya tertidur dan ketika bangun, semuanya ini hanyalah mimpi”. Setelah mengatakan amin, seketika itu juga saya terbangun, terbangun dari mimpi buruk. Saya bangan dengan kondisi tubuh yang sangat lelah dan keringat dingin membungkus seluruh kulit. Oh… ternyata saya hanya bermimpi, saya tidak sungguh-sungguh kehilangan sepeda motor. Semuanya hanya mimpi buruk dan saya sungguh bersyukur.

Mimpi buruk itu terus terngiang dan mengganggu pikiran saya yang sedang tegang menghadapi ujian mid semester. Terlepas dari semuanya itu, akhirnya saya menemukan makna mimpi itu bagi kehidupan batin saya sendiri. Saya belajar bahwa kehidupan ini tidak semuanya adalah mimpi buruk, namun banyak peristiwa itu adalah kenyataan yang buruk. Kalau yang dialami itu adalah mimpi buruk sebenarnya masih bersyukur karena itu hanya mimpi dan kenyataannya tidak seperti yang terjadi di mimpi. Namun banyak peristiwa kehidupan yang setelah kita berdoa supaya Tuhan membuat kita tertidur dan kemudian bangun tenyata masih menjadi kenyataan yang mengerikan.

Peristiwa buruk yang betul-betul terjadi pada kenyataan membuat kita merasa ngilu dan kaku. Dalam keadaan yang seperti inilah kita membutuhkan penolong yang menguatkan kita menghadapi kenyataan, hal-hal yang seperti inilah yang membuat kita begitu bisa menghayati apa yang diucapkan oleh Yesus dalam doaNya ; “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”. (Yohanes 14:16)

Tidak semua hal yang buruk adalah mimpi buruk, tetapi begitu banyak hal adalah kenyataan buruk dan kenyataan baiknya adalah kita memiliki penolong yang setia menemani kita menjalani kenyataan buruk kehidupan.

Oleh : Pdt. Sundoyo
Pendeta GKJ Brayat Kinasih

I love you ……

Suatu saat ada seorang anak yang tiba-tiba frustasi dan berteriak kepada ayahnya, “Aku benci kamu! Aku benci kamu!”. Mendengar perkataan itu, ayah tersebut mengajak anaknya untuk berjalan ke taman dekat rumah. Di sana ada sungai mengalir di sepanjang lembah. Di lembah itu, sang ayah meminta anaknya untuk berteriak dengan keras seperti saat ia ada dalam rumah tadi. “Aku benci kamu! Aku benci kamu!” Sebentar kemudian ada suara yang menyaut, “Aku benci kamu! Aku benci kamu!”  Mendengar perkataan itu, anak laki-laki itu melihat ayahnya, dengan suara merengek ia berkata : “Seseorang tidak menyukai aku.” “Mungkin begitu”, sahut ayahnya.

Kemudian ayahnya melanjutkan perkataannya :”Tapi lihat apa yang akan terjadi ketika kamu mengatakan kepada orang tersebut bahwa kamu mencintai dia.” Anak kecil tersebut kemudian berteriak dan mengatakan : “Aku sayang kamu! Aku sayang kamu!” Dan sebentar kemudian ia mendengar suara : “Aku sayang kamu! Aku sayang kamu!” Mendengar perkataan itu, anak kecil tersebut sangat terkejut dan senang. Ia berkata :”Ayah, lihat. Ada seseorang yang menyayangi aku. Aku punya teman.

Itulah cerita kecil yang tertulis dalam buku : “God’s Little Lesson son Life for Dad”, By Honor Books, Tulsa – Oklahoma, tahun 1999. Cerita yang membawa kita untuk belajar tentang kemarahan serta belajar tentang kehidupan. Dalam buku tersebut cerita itu diakhiri dengan sebuah nasehat penting pada seorang ayah. “Ketika kita mampu mengalihkan kemarahan anak-anak kita dengan tenang, kita dapat mengajar mereka sebuah pelajaran. Pelajaran tentang mengontrol diri, seperti kata-kata orang bijak : “the greatest cure for anger is delay”.

Seperti dalam satu cerita yang lain menceritakan tentang seseorang yang suka marah-marah. Sebenarnya dirinya sendiri juga sangat membenci kebiasan buruknya tersebut. Ia ingin sembuh dari kebiasaan buruk itu tetapi ia tidak tahu caranya. Akhirnya ia membulatkan tekat mencari guru yang bisa memolong dia untuk menghentikan kebiasaan marah-marahnya. Ia pamit dengan istrinya untuk pergi beberapa hari. Setelah perjalanan tiga hari, tiga malam iapun menemukan guru yang ia cari. Segera ia menyampaikan keadaan dirinya yang suka marah-marah dan ingin sekali berhenti dari kebiasaan buruk tersebut. Guru bijaksana itu memberikan ia resep untuk mengatasi kebiasaan marah itu. Resepnya adalah tujuh langkah kesabaran, guru tersebut menjelasakan tujuh langkah kesabaran ini akan bisa menghentikan kebiasaan marah-marah.

“Bagaimana caranya guru” tanya orang tersebut untuk bisa melaksanakan rumus gurunya. Dengan wajah tenang guru tersebut menjawab : “Saat kamu ingin marah, maka kamu harus melangkah ke depan sebanyak tujuh langkah, sambil melangkah mau menghitung angka dari angka satu sampai tujuh. Setelah itu kamu berjalan mundur sebanyak tujuh langkah juga dan tetap dengan menghitung angka satu sampai tujuh. Lakukanlah seperti itu sebanyak tujuh kali”. Sambil mengangguk-angguk tanda mengerti, orang itu berpikir bahwa ternyata sangat mudah untuk mengatasi kemarahan, hanya berjalan ke depan dan ke belakang sebanyak tujuh langkah dan diulang sebanyak tukuh kali.

Setelah selesai dengan pelajaran singkat dan berharga itu, orang berbadan gempal itu minta pamit untuk pulang ke rumah. Ia punya semangat baru dan segera akan menyampaikan kabar baik itu kepada istrinya. Perjalanan yang melelahkan tidak terasa dengan harapan membangun keluarga yang bahagia dengan istrinya yang selama ini tersiksa karena kebiasaan burutknya tersebut. Ia sampai di rumah sekitar jam sepuluh malam. Ia masuk ke rumah dan segera ke kamar untuk menemui istrinya. Sungguh terkejut ia, dengan kedua matanya ia melihat di tempat tidur itu ada dua orang yang sedang tidur di bawah selimut, saling memeluk dan tertutup rapat dengan kain selimut. Ia sangat terkejut dan marah karena ternyata istrinya mempunyai laki-laki idaman lain. Segera ia ke dapur dan mengambil pisau. “Inilah waktunya untuk menghabisi nyawa istri dan laki-laki kurang ajar ini”, pikirnya sambil menahan nafasnya yang tersengal-sengal.

Saat ia mengangkat pisau itu, ia teringat akan nasehat gurunya tentang tujuh langkah kesabaran. Kemudian ia berjalan tujuh langkah dan mundur tujuh langkah sambil menghitung angka. Tindakanya ini ternyata membangunkan dua orang yang sedang tidur itu. Sungguh di luar dugaan ternyata dua orang yang tidur dibalik selimut itu adalah istri dan mertuanya. Sambil bergetar ia melepaskan pisau di tangannya. Ia sungguh tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika ia langsung menghujamkan pisau itu kepada dua orang itu yang ternyata adalah istri dan mertuanya sendiri. Ia bersyukur karena mematuhi nasehat gurunya untuk melakukan tujuh langkah kesabaran.  “Obat yang paling mujarab untuk mengobati kemarahan adalah menunda”.

Nyata dalam firman Tuhan di Amsal 15 : 1, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” Demikian juga dalam Yakobus 1 : 19, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah”.

Hal yang lain yang bisa kita pelajari dari cerita seorang anak yang marah kepada ayahnya dan kemudian ia dibawa ke lembah. Ia diminta untuk mengatakan kemarahanya dan tebing-tebing akan memantulkan kembali kemarahan itu. Dan setelah ia diminta untuk mengatakan “I love you”, maka tebing-tebing itu menyampaikan kembali bahwa apa yang ia katakan. Inilah dunia dan kehidupan, mereka akan memantulkan kembali apa yang kita sampaikan. Kalau kita menyapaikan sesuatu yang buruk maka dunia ini akan menyampaikan hal buruk itu kepada kita, namun saat kita menyampaikan hal yang baik maka dunia ini akan memantulkan hal baik juga kepada kita. Inilah yang disebut dengan gema kehidupan.

Cerita tentang tujuh langkah kesabaran dapat dibaca dalam bukunya Andrie Wongso :  “15 Wisdom and Success”. Sedangkan  tentang gema kehidupan dapat dibaca dalam bukunya Andrie Wongso : 16 Wisdom and Success”.

 

Oleh : Pdt. Yakub Sundoyo

GKJ Brayat Kinasih

Semoga Tuhan Yang Membalas

“Trima kasih ya pak, semoga Tuhan sendiri yang membalas”. Kalimat yang  sederhana dan biasa kita dengar ini menjadi kalimat yang sangat istimewa bagi saya, khususnya beberapa waktu yang lalu. Kejadiannya juga sangat biasa dan sederhana. Saat itu saya pulang dan membawa rambutan rapiah, saya berhenti sejenak di halaman rumah tetangga. Ngobrol sebentar dengan bapak yang setia menjaga rumah besar itu. Sambil ngobrol kami makan buah yang berambut itu, terasa manis walaupun buahnya terlihat sudah layu.

Obrolan terus terjadi, walau hanya dalam hitungan menit. Saya mempersilahkan laki-laki berkulit sawo matang itu untuk mengambil seberapa yang ia mau, sinyal itu segera ditangkap dan diapun mengambil buah yang saya tawarkan, laki-laki bercelana pendek tanpa alas kaki itu mengambil sesuai dengan kapasitas tangannya. Ah ….. saya rasa terlalu sedikit dia mengambil, mungkin merasa tidak enak hati untuk mengambil terlalu banyak atau memang kapasitas tangan yang tidak mampu memuat banyak.

‘’Sudah ya pak, saya pulang dulu”, kata saya untuk mengakhiri perjumpaan itu. Sambil menghidupkan motor saya mendengar dengan jelas, bapak  dua anak itu mengucapkan “Terima kasih ya pak pendeta, semoga Tuhan sendiri yang membalas”. Kalimat ini terus membayang dan menari dalam benak pikiran saya. Begitu membayang karena saat itu sedang memikirkan teks kitab Roma yang menjadi tema natal PGI- KWI tahun 2008.

Teks Roma 12 : 18 – 19 itu berbunyi : “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan”.

Mari kita lihat bagian pertama tentang dialog saya dengan pekerja tetangga rumah. Satu hal yang seharusnya memang kita ucapkan setiap kali kita menerima kebaikan dari orang lain. Kita mengucapkan terima kasih dan mendoakan supaya kebaikan serta berkat dari Tuhan ada pada orang yang sudah menunjukkan kebaikan. Disamping kita mendoakan, kita juga memiliki tanggung jawab untuk berusaha membalas kebaikan itu dengan tindakan kehidupan kita.

Sampai pada bahasan ini semuanya baik dan tidak ada persoalan. Namun ketika membaca teks Roma dan melihat kehidupan sekitar, kita bisa melihat ada perbedaan. Bayangkan kalau kita menerima perbuatan baik dari orang lain dan sepantasnya kita mengucapkan : “Terima kasih dan semoga Tuhan sendiri yang membalas”. Namun apa yang akan kita ucapkan kalau kita menerima tindakan yang tidak baik orang lain, apakah kita sambil tersenyum dan mengucapkan : “Terima kasih dan semoga Tuhan sendiri yang membalas”. Ha…. ha….. sepertinya jawabannya tidak begitu. Mungkin yang akan kita ucapkan : “Tuhan, jangan ikut campur dulu, ini urusanku, biar aku yang bereskan dan balas dulu. Nanti kalau aku sudah selesai, Tuhan bisa melaksanakan hakMu untuk pembalasan”. Ah.. jangan-jangan saya yang terlalu berlebihan atau malah terlalu sederhana dibanding dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Teks Roma mengajarkan kepada kita supaya berusaha menjaga perdamaian dengan semua orang. Sangat mudah bagi kita kalau hidup berdamai dengan orang-orang yang bisa mengimbangi kebaikan kita dan semakin mudah bagi kita berdamai dengan orang-orang baik dan mendukung kita. Tapi menjadi sulit bagi kita untuk berdamai dengan mereka yang membeci dan melakukan tindakan yang tidak baik kepada kita.

Dalam kondisi yang kedua ini, kita diberikan nasehat melalui firman Tuhan. Cara kita berdamai dengan orang yang melakukan tindakan yang tidak baik kepada kita adalah dengan cara mengakui adanya kemarahan dalam kehidupan kita dan mengakui adanya keinginan untuk membalas perbuatan yang tidak baik. Setelah kita mengakui semuanya itu, kemudian sadarilah bahwa semua itu adalah hak Tuhan dan bukan wewenang kita. Kirimkanlah itu semua kepada Tuhan yang memiliki hak dalam pembalasan. Setelah semuanya itu terjadi katakanlah dalam senyuman : “Terima kasih, semoga Tuhan sendiri yang membalas”.

Jadi sebenarnya hubungan antara peristiwa rambutan dan tindakan jahat yang dikenakan kepada kita adalah persoalan salah menempatkan kata dan kalimat. Saat orang mengenakan tindakan yang tidak baik pada kita, pakailah kalimat : “Terima kasih, semoga Tuhan yang membalas”. Tuhan memberkati.

 

Oleh: Pendeta Sundoyo

GKJ Brayat Kinasih