GKJBrayatKinasih, Yogyakarta-Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa dunia kepada perubahan yang sangat cepat dan drastis. Perkembangan tersebut mengalami pergeseran sehingga media komunikasi menjadi lebih cepat bahkan menjadi sebuah trend atau konvergensi media. Lalu.bagaimana hidup bergereja di era teknologi maju ini?
Perkembangan teknologi komunikasi membuat masyarakat banyak menggunakan sosial media untuk berkomunikasi satu sama lain. Kebiasaan masyarakat dalam berinternet di Indonesia menyebabkan jumlah pengguna media sosial lebih banyak dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah pengguna internet di Indonesia sendiri menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mencapai 143,26 juta atau 54,64 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2017.
Diperkirakan beberapa tahun kedepan internet sudah seperti listrik, yaitu mudah dan cepat diakses siapa saja. Internet yang sangat cepat ini membuat masyarakat menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bersosial media karena lebih mudah terhubung dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Keuntungan dari perkembangan ini salah satunya adalah informasi dalam hitungan detik sudah diketahui, misal berita gempa bumi di Indonesia. Masyarakat lebih terbuka, apa yang dilakukan pemerintah dapat diketahui sehingga lebih bebas berekspresi.
Semua orang dapat menjadi jurnalis memproduksi apa saja dalam bentuk video, suara dan kertas yang dianggap perkembangan demokrasi. Kebebasan memproduksi informasi menyebabkan tsunami informasi dimana sekarang group chat WA misalnya banyak membagikan berbagai informasi.
Salah satu dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah alkitab digital, proyektor, dan peralatan ibadah dalam peribadahan. Menurut masyarakat senior dimana spritual lebih terasa menggunakan alkitab berbentuk buku, ibadah yang sekarang bisa dilakukan dengan menonton di youtube, dikhawatirkan kaum muda menganggap itu sudah termasuk dalam peribadahan sejati.
Dalam konteks koinonia, teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk membangun persekutuan yang egaliter dan partisipatoris. Namun demikian, koinonia sejati termasuk ibadah dan sakramen tak dapat mengandalkan “koinonia virtual” semata. Relasi-relasi yang bersifat fisik itulah koinonia hidup dan tumbuh, sedangkan teknologi digital harus ditempatkan sebagai alat bantu untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan membangun efisiensi.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa saat ini anak muda banyak belajar dari google yaitu mesin pencari di internet. Kecenderungan ingin tahu ini menjadi masalah ketika informasi tidak sesuai akan menimbulkan ancaman seperti hoaks. Hal ini menjadi tantangan besar bagi gereja untuk secara terus menerus memperlengkapi jemaat dalam ancaman tersebut. Bagaimana gereja berkomunikasi di tengah masyarakat plural lewat perkembangan di era digital. Dimana ruang publik dapat mengakses ajaran agama lain dan sudah menjadi konsumsi publik.
Beragama di ruang publik bukan hanya satu agama sehingga dapat mengetahui seperti apa ajaran agama yang berbeda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada percakapan tersebut ketika menjadi bahan konsumsi publik. Membangun kecakapan komunikasi yang baik agar dapat terhubung dengan kelompok spiritual. Gereja sudah menyadari media sosial menjadi pewartaan yang baik, namun masih dibutuhkan kajian-kajian teologis untuk menyikapinya. Gereja belum menyadari pentingnya pengelolaan informasi media sosial, namun gereja masih seperti menonton ketika perkembangan komunikasi terus berjalan. Oleh karena itu pemimpin gereja harus menggunakan media sosial agar mengetahui informasi nya seperti apa.
Gereja harus hadir untuk menyaring konten yang dianggap berpotensi menumbuhkan ancaman bagi negara. Konten-konten yang dianggap membahayakan, ajaran agama yang sesat serta mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Saatnya kita terutama generasi milenial untuk memproduksi konten yang mempersatukan bangsa.
( Materi di atas merupakan rangkuman seminar dan diskusi panel dengan tema “Beragama di Era Digital”, yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), 12 Maret 2019. Kegiatan ini menghadirkan pembicara dari UIN Sunan Kalijaga, Dr.Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A. dan dari YAKOMA PGI, Ira Riana Simanjuntak serta Gloria Wilhelmina Verdina, M.Div, MA dari UKDW sebagai moderator.)