Home » Warta Kegiatan » Catatan Perjalanan Sidang Raya PGI XVII 2019

Catatan Perjalanan Sidang Raya PGI XVII 2019

GKJBrayat Kinasih, Waingapu- Perjalanan dari Yogyakarta menuju Kota tempat berlangsungnya Sidang Raya PGI di Sumbawa meninggalkan kesan yang mendalam. Tak hanya alam yang mengingatkan pada kota kelahiran, tapi juga perjumpaan dengan teman lama yang punya kenangan tersendiri. Berikut catatan perjalanan Sidang Raya PGI XVII 2019 yang dikisahkan langsung oleh Pdt. Sundoyo.

Perjalanan pagi harus ditempuh menuju kota Waingapu dalam rangka Sidang Raya PGI XVII 2019.  Sengaja tidak mandi pagi karena memang sudah mandi jam 02.30 sebelum tidur. Berangkat dari Jogja pesawat jam 06.10 kemudian transit di Bandara Denpasar selama 2 jam dan perjalanan dilanjutkan ke Waingapu. Perjalanan yang indah dengan pemandangan biru langit dengan sedikit awan yang masih saling menyendiri. Sedikit terguncang saat mau pendaratan di bandara Waingapu, sepertinya perbukitan dan lembah sepanjang mata memandang menghasilkan pola gelombang udara yang tidak stabil bagi pesawat yang saya tumpangi. Jam 12.15 WITA untuk pertama kali saya menginjakkan kaki di pulau Sumba. Kesan yang saya rasakan adalah sama dengan daerah asal saya di Jepara, panas dan kering dengan angin kencang yang membawa rasa segar.

Panitia sudah menyambut dengan cekatan dan ramah, membawa banyak koper-koper peserta dan para utusan sinode-sinode menuju GKS Jemaat Payeti. Banyak kendaraan bus, mobil berbagai jenis untuk mengangkut para peserta pesta iman gereja-gereja di Indonesia yang terhimpun dalam PGI. Perjalanan sekitar 10 menit, bus yang kami tumpangi sudah sampai ke GKJ Payeti, kami tertahan beberapa saat karena antrian mobil menuju halaman gedung pertemuan disebah kanan gereja. Banyak orang, banyak barang, banyak kendaraan, namun semuanya tertata karena para kaum muda sebagai panitia dan para pandu Sidang Raya PGI XVII 2019 cepat membantu membawa barang, mengarahkan alur yang harus dipenuhi oleh peserta. ‘Bapak mau registrasi dulu atau makan siang dulu?” tanya seorang pandu ke saya dan Pak Pdt Aris Widaryanto. Penghuni perut saya langsung menyaut : ‘makan dulu saja ya”. Dalam sekejap, para pandu menata koper dan mengantar kami ke area makan. Kami disambut dengan 5 jenis masakan daging ‘enak’ dengan sedikit sayur. Perut yang sejak pagi belum sarapan menunggu banyak daging untuk dikunyah.

Tahapan berikutnya, kami mengurus administrasi pendaftaran dan akhirnya diberi blangko pink yang memberikan data dimana saya akan tinggal selama satu minggu. Saya agak kaget dengan nama tuan rumah, tertulis Tn Oskar Umbu Ama. Ini nama yang tidak asing bagi saya. Nama teman lama di jogja. Dalam penasaran saya, saat dimobil saya bertanya kepada pandu tentang tuan rumah yang akan menampung saya. Semakin jelas saat pandu menunjukkan fotonya, seseorang itu adalah orang yang punya banyak kenangan dalam kehidupan saya. Saat kami sampai di rumah besar yang menghadap perbukitan itu, dan saat tuan rumah yang keluar dengan sambil mengenakan kaos, kami saling bertatap muka dan berpelukan dalam waktu yang cukup lama. Pak Guru ASN ini juga kaget karena ternyata saya yang datang untuk menempati tempat tidurnya.

Kami tenggelam dalam tawa dan cerita cerita lama, sambil ditemani kopi Sumba. Nyonya rumah berkomunikasi dengan Ibu dan tidak selang lama, seorang ibu yang sedang tugas sebagai panitia Sidang Raya PGI XVII datang ke rumah yang saya tinggali. Menyapa dengan sangat ramah dan sejurus kemudian kami berpelukan, sapaan ramah seorang ibu yang usianya diatas Ibu kandung saya. Perempuan itu menyebut saya sebagai suaminya dari jogja. Sebutan yang kemudian direspon gelak tawa oleh anak dan menantunya. Sayalah orang yang menemani Ibu Umbu saat anaknya laki laki bernama Oskar Umbu Ama menikah dengan gadis jawa dari jogja. Saya yang seumuran dangan Oskar Umbu Ama menjadi wali orang tua laki-laki. Sungguh perjumpaan yang luar biasa dan kebetulan yang indah. Karena tuan rumah tidak tahu siapa yang akan datang menginap di rumahnya. Mari belajar bersama dengan kami, menghayati bahwa perlu menyiapkan diri menyambut siapa yang datang karena kita tidak tahu siapa yang Tuhan utus untuk Datang ke dalam kehidupan kita. Tuhan memberkati.