GKJBrayatKinasih, Miliran – Renungan Tengah Minggu (RTM) edisi Rabu 24 Maret 2021, kembali hadir dalam konsep bincang-bincang dengan menggali pengalaman hidup para Hamba Tuhan, yakni Pdt. Nani Minarni dan Pdt. Sundoyo. Mereka berbagi pengalaman dan pergumulan rohani pribadi sebelum akhirnya memutuskan untuk melayani Tuhan.
RTM dipandu oleh Mbak Tyas didampingi pengisi pujian oleh Kak Ratna dan Hanna. Perbincangan kali ini berangkat dari perenungan dan pergumulan Yesus ketika berada di Taman Getsemani, sebelum Ia menerima dan memikul salib. Kisah itulah yang kemudian memunculkan tema “Maukah kau menderita untuk-Ku.”
Sebagai manusia, masing-masing kita pasti akan menjumpai pergumulan dan tantangan dalam setiap pengalaman hidup. Begitu juga yang dialami oleh para Hamba Tuhan di GKJ Brayat Kinasih, inilah yang digali oleh Mbak Tyas dalam diskusi malam itu.
Sesi pertama, Mbak Tyas menggali pengalaman hidup Pdt. Nani, yang mengakui banyak mengalami pergumulan saat menerima panggilan Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan. Kenyataannya, perjalanan hidup bersama Kristus tidak selalu lancar seperti jalan tol. Pdt. Nani bahkan mengalami krisis iman, hingga mempertanyakan apakah Tuhan itu betul-betul ada ?.
Namun ternyata, tantangan hidup yang berat itu justru menjadi langkah awal ibu Nani untuk semakin pasti menerima panggilan menjadi seorang pendeta.
Di sesi kedua, bincang-bincang dilanjutkan bersama Pdt. Sundoyo, yang kebetulan tidak bisa hadir di studio GKJ Brayat Kinasih, dan hanya dapat bergabung melalui Zoom.
Pertanyaan masih seputar pengalaman hidup dan pergumulan selama menjadi seorang pelayan Tuhan. Pdt. Sundoyo mengungkapkan pergumulan yang dialaminya lebih kepada “menderita personal”, yakni siap melepaskan egonya, keinginan diri sendiri dan kemudian betul-betul hidup tertuju kepada Kristus.
Pdt. Sundoyo juga memaknai bahwa seorang pendeta itu memiliki tiga bagian penting, yakni pikiran, hati dan tangan. Dalam pelayanan kita harus menggunakan pikiran dan itu harus tetap tertuju kepada Kristus, kemudian melayanilah dengan hati seperti Yesus yang melayani dengan hati sehingga kasih itu terus terpancar.
Selain dengan pikiran dan hati, melayani juga dengan tangan, artinya kita harus selalu siap melakukan apa yang harus kita kerjakan dan melakukan itu dengan sukacitaka. (Mike Makahenggang)