GKJBrayatKinasih, Yogyakarta – Apakah mungkin cinta itu adalah sebuah luka semata ? atau di dalam cinta perlu ada luka, apakah tidak mungkin di dalam cinta tidak perlu ada luka ?
Kami kembali bertemu dalam persekutuan Dewasa Muda yang bertempat di rumah ibu Asih wilayah dua, dan dalam persekutuan ini tema yang diangkat adalah ‘Mencinta Hingga Terluka’.
Tema ini berangkat dari judul buku yang salah satu penulisnya adalah Julianti Simanjuntak, seorang konselor, yang dalam pelayanannya banyak bertemu dengan orang-orang yang mengalami atau luka karena cinta. Pengalaman tersebut membawa penulis untuk membuat tulisan ini, dengan harapan dapat menginspirasi banyak orang untuk semakin peka dengan orang-orang terdekatnya yang mengalami luka tetapi tersimpan.
Alasan Pemberian Judul
Berangkat dari pengalaman yang dialami oleh Mother Teresa dalam pelayanannya di Calcutta. Di suatu hari, Terresa dalam pelayanannya keliling dari gang ke gang, tiba-tiba dia mendengar ada seseorang yang memanggilnya dan mendekat ke arahnya sambil berkata “ini untukmu” semangkuk uang receh, hasil mengemis ibu tersebut. Bunda Terresa kemudian menolak secara halus, dan mengatakan saya masih memiliki uang. Si ibu pengemis kemudian menatap Bunda Terresa dan berkata tolong terimalah ini dan berikan kepada dia, Bunda kemudian menerima dan mengucapkan terima kasih atas kebaikan yang dimiliki oleh ibu pengemis ini. Pesan yang diambil oleh Bunda Terresa adalah ibu ini telah menunjukan tentang makna CINTA YANG SESUNGGUHNYA, memberikan cintanya bagi mereka, walaupun saya sendiri harus terluka.
Penulis kemudian merumuskan semacam intisari dari apa yang mendorongnya untuk merumuskan buku ini yakni: ‘Cinta bukanlah sekedar perasaan, keinginan atau pikiran. Cinta bukanlah sekedar harapan atau cita-cita dalam diri kita. Cinta adalah keterampilan. Cinta sejati adalah Cinta yang dihidupi dan dimiliki lewat berbagai ujian.
Buku ini terdiri dari 12 bab, yang nantinya kita akan lihat garis-garis besar dari setiap bab dalam buku ini, agar kita dapat memahami maksud seutuhnya dari penulis tentang apa yang dimaksud dengan: MENCINTA HINGGA TERLUKA. Apakah mungkin cinta itu adalah sebuah luka semata ? atau di dalam cinta perlu ada luka, apakah tidak mungkin di dalam cinta tidak perlu ada luka ?
Mari bersama-sama kita masuk dalam pemikiran dari penulis yang seorang lagi, Julianto Simanjuntak, yang merupakan suami dari Julianti. Mengenal si Penulis, Julianto terang-terangan menceritakan bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini tidak terlepas dengan proses kehidupan yang dia alami dalam keluarga semasa kecilnya. Julianto lahir dalam keluarga yang dominan laki-laki. Delapan orang bersaudara dan semuanya laki-laki membuat dia mendapat perlakukan yang tidak menyenangkan baik dari orang tuanya maupun dari saudara-saudaranya. Orang tuanya yang waktu itu mengharapkan mendapat anak perempuan, tetapi ketika lahir ternyata laki-laki lagi, membuat perubahan besar yang terjadi dalam diri bapaknya, yang awalnya sangat mengasihi keluarga kini berubah menjadi bapak yang kasar, tidak sabaran dan suka bermain judi. Perubahan itu memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan keluarganya secara finansial. Bapak seorang pensiunan polisi maka kehidupan keluarga itu berkecukupan, tetapi karena perubahan dalam diri bapaknya menyebabkan keluarga ini perlahan-lahan menjadi keluarga yang serba berkekurangan. Penulis saat ini menjadi seorang konselor masalah-masalah keluarga dan juga sebagai pengajar yang mempersiapkan para konselor-konselor muda.
Ulasan Isi Buku, yang berisi 12 bab merupakan kisah nyata yang dialami langsung oleh penulis atau pengalaman yang dialami oleh para konseli yang didampingi oleh Julianto.
BAB 1. Semua orang punya sisi gelap
Dalam bab ini, penulis membawa kita untuk menyadari bahwa siapapun kita, pastilah memiliki rahasia atau kepahitan yang coba kita tutupi dengan hal-hal yang menurut kita baik, sehingga membuat orang lain menganggap bahwa kita manusia yang sempurna. Itulah salah satu kesalahan kita, semakin kita menutupi sisi gelap kita, semakin kita tidak menerima diri kita apa adanya, dan jika ini yang terjadi maka potensi untuk mempersalahkan diri sendiri dan orang lain sangat besar. Setiap peristiwa yang kita alami, akan membuat kita mengeluh, menganggap hidupnya sial, sampai-sampai mempersalahkan Tuhan. Tetapi ketika kita menyadari bahwa setiap kita memiliki sisi gelap, dan berani terbuka maka kita akan dapat menemukan bahwa setiap orang punya sisi gelap, jika kita mampu menerima bagian gelap dari hidup kita, barulah kita bersedia untuk berproses untuk menemukan makna di balik itu semua.
Contoh: seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual, bullying, dll. Jangan menutupi sisi gelap itu, karena setiap orang memilikinya, tapi terimalah sebagai jalan kita mengenal diri kita sendiri.
BAB 2, Terluka itu indah
Penulis menggunakan pengalamannya bersama anaknya yang hendak belajar naik sepeda. Awalnya beliau sabar mendapampingi anaknya tapi lama-kelamaan mulai bosan dan marah karena anaknya tidak pernah mau untuk berani mencoba dilepas saat sedang berada di atas sepeda. Di suatu siang ketika selesai mendampingi anaknya latihan bersepeda, mereka duduk santai dilapangan tiba-tiba anaknya melihat ada bekas luka di kaki ayahnya, ketika ditanyakan, anaknya menjawab itu luka ketika ayah belajar naik sepeda. Anaknya kemudian bertanya apakah luka itu memberikan rasa sakit ?, ayahnya menjawab iya sangat sakit, anaknya bertanya apakah ayah menangis ?, ya, ayah menangis keras-keras karena sakit, apakah ayah kemudian takut untuk naik sepeda ? ayahnya menjawab dengan luka itu malah membuat ayah semakin berani untuk terus berusaha naik sepeda. Anaknya kemudian dengan sendirinya mengatakan, saya juga ingin belajar, dan walaupun terluka saya ingin terus mencoba. Setiap orang pernah terluka, dan orang yang berdamai dengan Tuhan dan dirinya sendiri yang dapat membawa damai pada sesama. Buah membawa damai adalah kebahagiaan. “Bahagia artinya menikmati kesenangan dan penderitaan secara seimbang. Kebahagiaan membuat seseorang stabil, punya daya tahan dan daya juang.
BAB 3, Kepahitan, virus yang mematikan
Orang yang terluka mempunyai ingatan yang tajam tentang persoalan yang menyakitkan hingga detailnya. Mereka bergumul dalam rasa kasihan kepada diri sendiri. Mereka mencatat setiap serangan yang ditujukan padanya dan siap memperlihatkan kepada orang lain betapa mereka telah terluka. “marah itu manusiawi, memaafkan itu Ilahi”. Alkitab pun mencatat bahwa tidak baik jika kita menyimpan amarah sampai matahari terbenam. Maka perlu melakukan beberapa langkah untuk membantu kita melepaskan diri dari ikatan amarah. 1) Self talk, mengakui perasaan marah kita dihadapan Tuhan dalam doa dan berkomitmen untuk mengampuni. 2) menuangkan rasa marah dalam bentuk tulisan atau hobi lainnya. 3) menceritakan kemarahan kita kepada orang yang kita percayai. 4) curhat dan meminta masukan dari orang yang sudah lebih matang secara emosi dan memberi respon atas kemarahan yang dialami. 5) cari waktu untuk bertemu dengan orang yang membuatmu marah, serta sampaikan perasaanmu.
BAB 4, Cinta itu memaafkan.
Sebenarnya, “Bukanlah tentang seberapa besar luka yang dia alami, tetapi seberapa besar cinta yang dia miliki terhadap orang yang melukia dirinya. Kalau cintanya kecil dan rapuh, maka luka kecil itu pun menjadi masalah besar. Tetapi, kalau ia memiliki cinta yang besar dan kukuh, dia lebih kuat menanggung luka yang ia terima dari orang lain. Mengampuni adalah seperti bunga yang memberikan keharumannya kepada orang yang menginjaknya.
Penulis memberikan 5 cara, proses untuk memaafkan. Pertama, adalah kemampuan menyadari dan menerima rasa sakit hati kita akibat perbuatan orang lain. Kedua, cobalah memahami alasan orang itu menyakiti hati anda. Ketiga, sadarilah bahwa ada kalanya anda tidak sanggup memikul beban itu sendirian. Keempat, kadang juga timbul kemarahan, kita tidak mau menjadi korban dari kesalahan orang lain. Kelima, memulai menerima kenyataan anda terluka dan harus menghadapi itu secara riil.
Pentingnya memaafkan, karena hanya itu yang bisa kita kelola. Kita tidak bisa mengontrol orang lain untuk tidak melukai kita, yang bisa kita lakukan adalah jangan selalu hidup dalam kemarahan atau penghukuman.
BAB 5, Memaafkan tidak harus melupakan.
Mengampuni tidak harus melupakan, kecuali kita pikun. Tiga hal yang terjadi saat pengampunan, ialah ketika kita telah mengampuni, maka kenangan itu tidak membuat kita merasa sakit lagi. Kenangan itu justru memberi kita banyak pelajaran membuat kita lebih bijak dalam hidup. Selanjutnya, Luka malah bisa menjadi investasi, membangun empati dalam diri kita ketika bertemu orang yang terluka sama seperti kita. Dan seorang bijak mengatakan “semakin besar luka anda makin besar kemungkinan anda menjadi berkat bagi orang lain.
BAB 6, Daya pengampunan.
Penulis mengambil kisah Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya, proses pengampunan diberikan oleh Yususf dan ternyata di dalam proses yang penuh luka itu ditemukan banyak pengalaman yang dia dapatkan. Memiliki pengalam hidup dalam istana dan kemudian menjadi penolong bagi saudara-saudaranya. Luka dapat memberikan pembelajaran ketika kita bersedia berdamai dengannya. Karena saat kita menolong atau mendapingi orang yang sedang terluka, pada saat itu pula kita sedang mengalami kesembuhan perlahan-lahan. Maka, intinya sebuah pengampunan yang kita berikan pada orang lain, sebenarnya itu bukan untuk mereka tapi untuk kita dan kemenangan kita.
BAB 7, Cinta itu memulihkan.
II Samuel 12: 1-7. Kisah Daud dan Natan, yang diutus Allah untuk menjadi agen pembebas atas kesalahan yang dibuat oleh Raja Daud.
BAB 8, Cinta itu sabar.
Beberapa Hal keliru yang sering kita lakukan saat terluka, diantaranya: melarikan diri dari masalah dengan cara yang salah, keinginan untuk menghindarkan diri dari masalah, dan tidak sabar untuk menyelesaikan masalah dengan mencari jalan alternatif lain. Yang perlu kita sadari bahwa segala seuatu ada waktunya. Waktu untuk senang, waktu untuk menangis, waktu untuk berhasil, waktu untuk gagal, dll. Maka kita perlu sabar untuk menjalani setiap waktu itu, dan jangan membandingkan waktu kita dengan waktu atau proses orang lain.
BAB 9, Cinta itu tangguh.
Mencintai itu siap untuk bahagia tapi juga siap jika harus terluka. Karena cinta itu tangguh untuk selalu memberikan dengan tulus, walaupun disakiti cinta akan tetap ada. Cinta itu bukan tentang sebuah imbalan tetapi cinta itu sebuah tindakan memberi dan mau berbagi tanpa ada unsur meminta dari apa yang telah diberikan, itulah cinta. Maka jika kita peka, kita akan mengerti. Kalau kita mengerti, kita tidak akan mengeluh menjalani kesulitan hidup dalam cinta. Dan ingatlah selalu Cinta-NYA menopang dan menguatkan kita menjalani kerikil-kerikil tajam kehidupan kita. Cinta Tuhan yang kuat selain mengajari kita untuk teguh menghadapi masalah, juga memegang tangan kita saat kita akan jatuh.
BAB 10, Cinta itu keras.
Cinta tanpa disiplin sama bahayanya dengan disiplin tanpa cinta. Cinta sejati selalu punya konsekuensi disiplin. Pesan yang salam, yang juga disampaikan oleh Kata B.J.Habibie “tanpa cinta kecerdasan itu bahaya, dan tanpa kecerdasan cinta itu tidak cukup”. kemudian bagi orang tua : disiplin keras tanpa cinta, akan membuat si anak merasa diabaikan dan tidak disayangi oleh kedua orang tuanya. Cinta tidak mengabaikan disiplin, justru menegakannya. Pesan Penulis “jangan berhenti lima menit sebelum keajaiban terjadi. Atau kita akan memilih berhenti padahal anugerah Tuhan sedang dalam perjalanan menuju kita.
BAB 11, Seni merawat cinta.
Perlu diingat bahwa kalau kita tidak mampu intim dengan diri kita sendiri, maka tidak mungkin kita dapat intim dengan orang lain. Syaratnya adalah kita perlu memiliki kemampuan menghargai diri sendiri, barulah kita akan mampu intim dengan orang lain. MENCINTAI dalam keakraban berarti ada kepedulian, sedia berbagi dan menyatakan diri pada orang lain apa adanya. Mempunyai KERELAAN memelihara dan mempertahankan orang-orang yang dekat dengan kita, serta tindakan MEMELIHARA intinya lebih dari sekedar memberi ketika kita memiliki lebih tapi juga saat kita kekurangan, dan yang terakhir ialah selalu berupaya memberikan RASA AMAN, inilah yang hal yang paling mendasar bagi setiap orang yang ingin membangun relasi.
BAB 12, Cinta itu tumbuh lewat konflik.
Bab terakhir berisi pengalaman nyata yang dialami penulis, yang intinya ingin memberikan pesan bahwa dalam hidup konflik itu dibutuhkan, tetapi kemudian kita mampu untuk mengelola konflik/ luka agar menjadi pengalaman yang berharga bagi kita.
Saat sharing bersama, kemudian melengkapi perenungan kita tentang ‘Mencina Hingga Terluka’, dan kemudian Mas Bagus bertanya tentang bagaimana nasib seseorang yang kemudian tidak lagi menghiraukan luka yang dialami karena merasa itu sudah terjadi sangat lama ? apakah cukup hanya dengan mendoakannya?, sepertinya doa tidak selalu menjadi jalan menutup, karena ada cara lain untuk dapat menolong mereka yang sebenarnya masih terluka tetapi tidak tahu untuk memulai dari mana untuk sembuh.
Sebuah buku terbitan Kanisius yang berjudul “Anak Terluka Anak Ajaib”, menjelaskan bahwa untuk menyembuhkan luka yang sangat besar atau yang sudah lama terjadi adalah adanya keberanian untuk kembali membuka luka itu, ceritakan pada orang yang dipercaya dan meminta bantuannya untuk menolongmu menyelesaikan luka itu sampai tuntas. Mas Tanto kemudian menambahkan bahwa gereja perlu menyadari, di jaman sekarang melukai dan terluka sangatlah mudah dialami oleh manusia saat ini, maka gereja sudah dapat mulai memikirkan agar menyiapkan ruang bagi jemaatnya dapat berbagi apa yang dialami atau mendampingi mereka yang sedang terluka.
“SELAMAT MENCINTA DALAM KETULUSAN, JIKA DALAM CINTA KITA TERLUKA, ITU HAL YANG WAJAR, MAKA JANGAN BERHENTI DAN TERUSLAH MENCINTA”.
Bahan PA dewasa Muda GKJ Brayat Kinasih
07 Februari 2020
Mike Makahenggang