Home » Warta Kegiatan » Indonesia Rumah Kita

Indonesia Rumah Kita

 GKJBrayatKinasih, Miliran- Indonesia Rumah Kita menjadi tema yang diangkat dalam persekutuan Dewasa Muda, Jumat, 5 Oktober 2019. Persekutuan ini mengundang pembicara seorang pendeta dari Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI), yakni Pdt.Peiter Leonard, serta teman-teman dari tanah Papua.

Gereja GPKAI adalah gereja yang berpusat di kota Manokwari, dan memulai pelayanan dari pelosok tanah Papua. Keistimewaan dari gereja ini adalah pergerakan yang dilakukan adalah dari masyarakat yang ada di pelosok dengan mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan mereka di sana. Pdt. Peiter diutus dari Gereja GPKAI pusat untuk menjadi pendeta GPKAI yang ada di kota Yogyakarta, dengan harapan mampu melayani para mahasiswa Papua yang sedang menempuh pendidikan di kota ini.

Pemilihan tema ‘Indonesia Rumah Kita’ tidak terlepas dari fenomena yang sedang terjadi di tanah Indonesia khususnya kasus rasisme yang menyeluap di Agustus dan sampai saat ini seakan-akan belum ada penyelesaian tetapi “dihilangkan”.

“Harapannya adalah dengan membuka ruang untuk berjumpa dan mendengarkan apa yang dialami oleh teman-teman dari Papua yang diwakili oleh Pdt.Peiter dan beberapa kawan Papua lainnya, dapat membuka cakrawala baru bagi kami, untuk memahami bagaimana cara kami bersikap untuk ke depannya,” kata Kak Mike Makahenggang.

Persekutuan dibuka dengan pengantar sebuah video ‘Papua Juga Bisa’ yang menggambarkan bagaimana perlakuan yang dialami oleh teman-teman Papua di tanah perantauan. Stigma dan stereotipe yang diberikan kepada teman-teman dari Indonesia Timur sering membuat mereka merasa diperlakukan tidak adil. Namun video itu menjelaskan bahwa Papua juga mampu berkarya melalui apa yang mereka sukai. Salah satu contoh prestasi anak-anak Papua adalah diberikan kesempatan untuk menari di acara ceremony Asean Games. Kebanggaan itu mereka nyatakan dengan ungkapan kami tampil bukan sebagai Papua, tapi inilah kami Indonesia.

Persekutuan dilanjutkan dengan membaca Alkitab dari Matius 16:13-20 tentang percakapan antara Yesus dengan murid-murid. Melalui bacaan ini teman-teman Muda Dewasa diarahkan untuk menyimak metode yang dipakai Yesus dalam berdialog dengan murid-muridNya tentang siapakah Aku ?. Yesus membuka dialog dengan bertanya “kata orang” Yesus ingin melihat sejauh mana informasi dari luar mempengaruhi murid-muridNya. Kemudian para murid menjawab, “ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia, atau para nabi lainnya“. Selanjutnya Yesus bertanya, “tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?. sebenarnya pertanyaan kedua ini menjadi bagian utama dari dialog yang sedang Yesus bangun, Yesus ingin melihat apakah kebersamaan mereka selama ini mampu memberikan mereka gambaran tentang siapakah Dia yang selama ini bersama-sama dengan mereka. Dan Petrus menjawab Engkau adalah Mesias. Tentulah jawaban itu, kemudian tidak membuat Yesus menganggap bahwa telah selesai tugasnya di dunia, karena murid-muridNya telah mengenal siapa Dia, tetapi harapan Yesus, ungkapan atau jawaban itu kemudian tidak hanya menjadi sebuah kalimat lisan tanpa aksi, tetapi harapannya kemudian dapat mendorong untuk hidup dalam Percaya.

Jika Firman Tuhan tersebut dikaitkan dengan konteks Indonesia saat ini, maka pertanyaannya adalah: kata orang, siapakah Papua itu ? tentu akan ada begitu banyak penjelasan akan pertanyaan itu. Setiap orang akan menjawab sesuai dengan apa yang pernah mereka dengar atau alami. Jika informasi yang mereka dapatkan bahwa Papua itu adalah ‘nakal, keras, jahat, suka minum-mabuk, dan lain-lain’, maka jawaban itu yang akan mereka ungkapkan, walaupun mereka belum pernah ‘bersentuhan’ langsung dengan mereka. Informasi itu kemudian akan sangat mempengaruhi kita ketika berjumpa dengan teman-teman dari Papua. Namun jika pertanyaan itu kita balik, kata kamu siapakah Papua ? apakah masih sangat dipengaruhi oleh kata orang ? iya bisa jadi seperti itu, tetapi itu akan kemudian disinkronkan dengan apa yang diketahui secara pribadi. Kita sadar bahwa konteks yang berpengaruh dalam pembentukan cara pandang seseorang adalah keluarga: Bapa, Ibu dan anak dan juga ada lingkungan sosial: sekolah, gereja dan masyarakat. Kita sadar ada banyak lapisan inilah yang membentuk cara pandang kita, tetapi Yesus mengingatkan kita melalui dialog ini adalah “kata kamu”. Yesus tahu akan pengaruh dari luar, tetapi Yesus percaya bahwa kita pun seharusnya mampu memilah setiap informasi yang kita terima. Jika ingin berbicara rasisme, maka kita akan terfokus pada dua etnis, yakni etnis keturunan Cina dan etnis Papua. Dan malam ini mari kita fokus pada etnis Papua, dengan adanya ketidak adilan yang terjadi apapun yang dapat kita lakukan ? dari pertanyaan ini kemudian membuka ruang bagi kami untuk sharing pengalaman baik dari teman-teman Papua maupun dari teman-teman Dewasa Muda BK. Mas Wawan memulai dengan pertanyaan, apakah teman-teman merasakan kenyamanan tinggal di Jogja ? karena secara pribadi saya pun pernah merasakan bagaimana teman-teman mendapatkan perlakukan tidak adil dalam hal mencari tempat tinggal atau kost-kostan. Ada ketakutan dari pemilik kost jika menginjinkan orang Papua untuk tinggal disini karena akan mabuk dan membuat keributan, dan persoalannya sering bukannya penghuni kost itu yang minum dan membuat kekacauan tetapi malah teman dari luar yang datang kemudian minum di kamar kostnya. Karena itu penting bagi kami untuk mengetahui apa sih yang dipikirkan oleh teman-teman Papua akan hal-hal seperti ini. Kemudian direspon oleh Semi dari Papua: jujur kami sangat senang berada di Jogja, karena orangnya ramah, tetapi kami sadar bahwa masih ada teman-teman kami yang mengalami itu, kami sebenarnya tidak meminta untuk diperlakukan lebih, setidaknya kami dipandang sama dengan teman-teman, sering juga kalau ketemu orang-orang mereka akan berkata Indonesia Merdeka ya, NKRI harga mati ya ? ungkapan-ungkapan seperti itu seakan-akan mau menekankan kalian masih Indonesia kan ? kita kan ketahui bersama bahwa Inodensia itu dari Sabang sampai Merauke, dan Merauke itu ya di Papua, jadi kenapa masih mau ditanyakan lagi ? apakah belum meyakinkan ya bahwa kami ini adalah Papua ? dan kami juga sering kecewa dan ingin memberontak tapi tidak bisa, ketika melihat para pekerja yang diambil dari luar Papua dan kemudian menguasai seluruh lapangan kerja di Papua sehingga kami hanya menjadi pengangguran di tanah kami sendiri.

Acara diianjutkan dengan sharing dari Mbak Dessi yang menceritakan apa yang dirasakan. Menurutnya, setiap orang dipengaruhi oleh budaya daerahnya, jika orang Jawa digambarkan seperti blangkon, yakni berlaku baik di depan dan apa yang jelek disimpan di belakang, tetapi kemudian yang berkembang adalah orang Jawa terkenal manis di depan tetapi di belakang “ngerasani”, sementara di Papua budaya mereka adalah suka minum-minum. Kita tidak bisa mempersalahkan itu, tetapi hanya saja masih ada orang-orang yang kemudian belum dapat memposisikan budaya atau kebiasaan itu pada konteksnya.

Mas Bagus dan Kak Ria juga menegaskan bahwa jika kita berani untuk bersahabat dengan mereka, maka kita akan menemukan bahwa apa yang dipikirkan masyarakat luas itu tidak selalu benar, malah mereka jauh lebih baik dari yang dipikirkan, dan sampai sekarang mereka sudah seperti saudara walaupun berbeda suku dan ras. Sharing ini ditutup dengan pesan dari Pdt.Peiter: jika dilihat ternyata kita menutup diri dari orang lain itu karena adanya sejarah masa lalu yang kelam tentang kelompok atau etnis tersebut, tetapi belajar dari cara pandang para pendiri bangsa ini, bahwa pada tahun 1945 mereka merindukan Indonesia yang seperti apa, itu tidak lagi relefan untuk Indonesia saat ini, maka jika kita pernah mendengarkan tentang Papua dari orang lain, atau cerita pada ‘waktu itu’ jangan kita bawa sampai saat ini, karena tidak selalu Papua yang waktu itu sama dengan waktu sekarang. Maka penting untuk berpikir secara baru dalam memandang segala sesuatu, dan perjumpaan menjadi suatu hal penting karena mampu membongkar pemikiran-pemikiran negatif yang selama ini tersimpan. Persekutuan ditutup dengan doa syafat melalui lagu “air mata negeri”. berdoa untuk kondisi Papua dan Ambon yang masih belum kondusif, jauhkan dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan dalam persoalan ini dan biarlah Indonesia Timur mendapatkan perlakuan yang sama.

“Jika Indonesia Timur terluka maka, kita semua pun akan ikut terluka karena kita semua adalah satu, yaitu Indonesia”

Lirik lagu Air Mata Negeri

Musim berlalu tinggalkan kesan
Duka cita melanda
Air mata menetes
Itulah kehidupan di tanah ini

Memang sedihku sedih yang bisu
Hanya harap kepada pertolongan Tuhanku
Kudatang dalam doa
Bersyukur padamu

Mungkin saja hari ini
Banyak sudah air mata
Yang menetes
Membasahi tanah ini
Namun janganlah gelisah
Masih ada hari esok
Matahari kan bersinar kembali
Yesus sanggup menghapus air mata negeri ini
Gantikan sukacita, abadi selamanya (Mike/Tim admin)