GKJBrayatKinasih, Yogyakarta – Jemaat GKJ Brayat Kinasih melakukan Ibadah Syukur hari ulang tahunnya yang ke-22 dengan sederhana namun khidmat dan penuh rasa syukur. Tidak ada hiasan atau pernak-pernik yang mencolok kecuali hiasan sejumlah kain tenun dari berbagai daerah di nusantara sebagai perlambang keberagaman jemaat. Selain itu, jemaat menggunakan ‘dress code” pakain batik atau pakaian adat asal masing-masing.
Ibadah diisi dengan Refleksi Ungkapan Syukur perjalanan GKJ Brayat Kinasih selama 22 tahun yang disampaikan oleh wakil dari anak-anak sekolah minggu, remaja, pemuda, dewasa dan adiyuswa hingga majelis jemaat. Jemaat juga diajak bernyanyi memuji Tuhan dengan latar tarian kontemporer dari sejumlah pemuda. Selain itu juga ada persembahan pujian dari anak-anak Sekolah Minggu serta Remaja dan Pemuda.
Ibadah ini dipimpin oleh 3 pendeta sekaligus yakni Pdt. Sundoyo, Pdt Nani Minarni dan Pdt Mike Makahenggang, sekaligus merayakan ulang tahun pelayanan mereka di GKJ Brayat Kinasih masing-masing 20 tahun, 4 tahun dan 1 tahun.
Dalam kotbahnya, Pendeta Sundoyo kembali mengingatkan tema besar GKJ Brayat Kinasih yakni “Berjalan Bersama Menggandeng yang Datang dan Menemukan yang Hilang”, yang telah dirumuskan beberapa tahun yang lalu dan mengikat seluruh jemaat sebagai tubuh Kristus GKJ Brayat Kinasih.
“Berjalan Bersama” didasarkan pada buku yang didiskusikan di LPPS Sinode GKJ dan GKI, dan juga sudah disampaikan dalam kotbah berseri di GKJ Brayat Kinasih yakni tentang 9 Corak Spiritual seseorang. “Bahwa setiap orang itu punya corak spiritualnya masing-masing, satu dengan yang lain itu tidak sama, seperti kecerdasan itu beda-beda, kira-kira begitu,” ujar Pak Sundoyo.
Pak Ndoyo menyatakan bahwa jemaat GKJ Brayat Kinasih juga terdiri dari beragam corak spiritual yang harus dirangkul bersama. “Kita sedang merayakan, setiap orang punya kebutuhannya, punya cara menghayati Tuhannya, dan itulah dasar kenapa kita bisa berjalan bersama-sama. karena saya memahami kebutuhan saya dan kebutuhan orang lain,” ujarnya.
Melalui tema besar tersebut, Pak Ndoyo juga mengungkapkan bahwa GKJ Brayat Kinasih terbuka terhadap setiap orang yang ingin beribadah bersama, baik yang datang untuk membantu maupun yang datang memberi masalah. Dalam perjalanannya, GKJ Brayat Kinasih juga besar karena bantuan berbagai pihak di luar warga jemaat. “Kalau kita tidak mau terima tanggung jawab maka jangan pernah minta berkat dari Tuhan. Itu satu paket, dua sisi mata uang,” katanya.
Pak Ndoyo menegaskan bahwa Jemaat GKJ Brayat Kinasih dipanggil untuk menggandeng dan menerima siapapun yang datang baik yang memberikan berkat atau datang dengan masalah, dalam rangka mendewasakan kehidupan kita. Terakhir, GKJ Brayat Kinasih juga dipanggil untuk menemukan yang hilang, yakni jemaat yang lama tidak datang ke gereja atau ada di gereja tapi hatinya hilang, dan orang yang belum menemukan cinta kasih Kristus. Seluruh panggilan itu harus dikerjakan seluruh warga jemaat secara bersama-sama.
“Kita sedang berproses mencoba memulihkan kehidupan bergereja pascapandemi. Semoga kita boleh segera pulih untuk mengembalikan ritme bergereja kita, kiranya Tuhan menolong dan memberkati kita..amin,” pungkas Pak Ndoyo.
Usai beribadah dilakukan pemotongan tumpeng oleh Ketua Majelis Jemaat yang diserahkan kepada wakil anak-anak Sekolah Minggu, kemudian setelah itu warga jemaat diajak menikmati sajian makan malam bersama-sama. (Admin)