GKJBrayatKinasih, miliran- Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) merasa prihatin atas gejolak sosial yang ditimbulkan oleh proses penetapan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law menjadi Undang-Undangan Cipta Kerja.
PGI mengapresiasi niat baik pemerintah dan DPR untuk melakukan sinkronisasi dan penyederhanaan berbagai produk undang-undang yang tumpang tindih regulasinya, bahkan tak jarang bertentangan satu sama lain melalui penetapan Undang-Undang Cipta Kerja.
Namun PGI merasa, proses pembahasan RUU Omnibus Law hingga penetapannya menjadi Undang-undang Cipta Kerja dilakukan dalam situasi yang tidak tepat, lantaran masyarakat sedang terkuras energinya untuk mengelola Pandemi Covid-19 sehingga partisipasi masyarakat sangat lemah.
Berkembangnya gelombang protes hingga penolakan, menurut PGI menjadi bukti buruknya proses partisipatif masyarakat dalam proses perumusan dan penetapan undang-undang yang sangat sensitif bagi keberlangsungan hidup banyak orang ini.
Kepada masyarakat luas PGI mendukung semua ekspresi demokrasi yang mendukung maupun menolak pemberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, PGI mengecam aksi anarkis melalui demonstrasi yang berujung pada kekerasan dan pengrusakan. Sebab kondisi ini bisa berdampak pada melemahnya solidaritas sosial dan terjadinya proses delegitimasi pemerintah.
Karena itu PGI meminta Presiden Jokowi untuk menahan pemberlakuan UU Cipta Kerja ini guna meneduhkan suasana kebangsaan yang memanas, serta membuka dialog dengan seluruh pihak yang terlibat.
“Kami sungguh berharap pemerintah dan DPR bisa membuka diri dalam dialog kebangsaan, sebaiknya masyarakat menyalurkan aspirasinya berdasarkan hal konstitusi yang dijamin negara ini bagi semua warganya,” demikian bunyi sebagian siaran pers PGI, yang dikutip dari pgi.or.id. (Tim Admin)