GKJBrayatKinasih, Medan – “Banyak orang skeptis dengan tema-tema Natal yang dicanangkan bersama oleh PGI dan KWI, karena dikuatirkan akan lalu bersama angin, seperti tahun-tahun yang sudah,” kata Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom.
Pernyataan itu disampaikan Pendeta Gultom mengawali sambutannya pada Perayaan Natal Oikoumene yang diselenggarakan oleh PGIW Sumut, Senin (16/12), di Auditorium Unimed, Medan. Menurutnya, tema Natal itu bisa jadi lalu bersama angin kalau kita tidak memaknainya dalam keseharian kita. Rumusan tema ini akan jadi pepesan kosong kalau pendekatannya sloganistik dan umatnya tidak menjadikan persahabatan yang existensial dalam hidupnya.
“PGI dan KWI tidak merumusakannya secara serampangan dan sambil lalu. PGI dan KWI tiba pada perumusan ini setelah melalui studi dan percakapan intensif. PGI dan KWI mengkonstantir kehidupan kita belakangan ini makin sektarian. Masing-masing orang makin mementingkan diri dan kelompoknya seraya menegasikan orang dan kelompok lain,” tegas Pdt Gultom.
Lebih lanjut, Pdt Gultom menyebutkan bahwa semua ini bersumber dari kecenderungan kita hanya memuaskan ego kita sendiri. Pemusatan pada diri sendiri menjadi gejala umum dan ada semacam kedahagaan dalam diri kita yang selalu menuntut untuk dipuaskan. Akibatnya, menurut Pdt Gultom, ruang publik kita dipenuhi dengan ragam bentuk kontestasi dan kompetisi. Terjadi perebutan ruang publik yang begitu dahsyat. Masing-masing ingin meraup sebanyak mungkin dari sekitar seraya menegasikan yang lain. Dan pada gilirannya keseharian kita begitu banal, penuh dengan pengumbaran nafsu dan pemuasan dahaga yang tak ada batasnya.
“Bahkan agama yang sejatinya mewartakan salam, damai dan kasih, tak jarang malah menebar kebencian dan kekerasan. Ganti mewartakan kasih malah menebar kebencian dan memprovokasi hingga umat terpancing bahkan berlomba melakukan kekerasan. Agama yang seharusnya memuliakan kemanusiaan malah menciderai kemanusiaan. Agama yang seharusnya mempersatukan malah mencerai-beraikan,” kata Pdt Gultom seraya mengingatkan hal ini merupakan ancaman serius bagi keutuhan kita sebagai bangsa.
Dalam konteks seperti itulah, kata Pdt Gultom, PGI dan KWI mengajak seluruh umat kristiani di seluruh Indonesia untuk menjadi sahabat bagi semua orang. “Ajakan ini bersumber dari ajakan Kristus sendiri. Narasi Natal mengungkapkan kepada kita bahwa Allah yang maha tinggi itu, karena kasihNya kepada dunia ini, telah mengosongkan diriNya, rela menjadi manusia dan menyediakan diri sebagai sahabat bagi kita manusia.
Sebagai sahabatNya, Dia pun mengajak kita untuk menjadi sahabat bagi semua orang. Menjadi Sahabat bagi Semua Orang dengan meneladani kasihNya, yakni kesediaan mengosongkan diri, berupa kesediaan berbagi, bahkan kesediaan berkorban. Itu berarti ada kesediaan mengutamakan orang lain ketimbang diutamakan, mengedepankan orang lain ketimbang dikedepankan, mendengarkan orang lain ketimbang didengarkan.
Hanya dengan demikian kita mampu menjadi sahabat bagi semua orang, bahkan dengan alam semesta ini. Kehadiran Allah adalah untuk dunia ini, bukan hanya untuk manusia. Olehnya persahabatan kita pun harus mewujud juga dalam perlakuan kita terhadap alam yang lebih bersahabat.
Dalam persahabatan yang eksistensial itu, ukuran utama bukanlah menerima tapi memberi, bahkan keberanian berkorban; sama seperti Ryanto, pemuda muslim, Banser NU, yang mengorbankan nyawanya demi keselamatan umat kristiani yang sedang beribadah di Mojokerto, pada malam Natal 24 Desember 2000. Itulah sosok sahabat sejati.
Menjadi sahabat yang didorong oleh cinta kasih seperti inilah yang diharapkan akan menjadi penawar bagi keseharian kita yang banal. Dengan cara demikianlah kita sungguh-sungguh menjadi sahabat bagi semua orang, bahkan mestinya juga bagi alam sekitar kita. Alam telah merintih akibat cara kita mengeksploitasi yang telah melebihi maksud-maksud ketika Tuhan menciptakannya. “Oleh karenanya, saya mengajak semua umat kristiani di Sumatera Utara untuk keluar dari tembok-tembok gerejanya, dan menjadi sahabat bagi semua orang dan alam sekitarnya. Selamat Natal,” demikian Pdt Gultom mengakhiri sambutannya. (Sumber: pgi.or.id)