GKJbrayatkinasih, Jakarta- Sejumlah gesekan sosial berbasis sentiment identitas, yang mulai mewarnai tahun 2018, menjadi perhatian dalam silaturrahim antarmajelis agama yang diupayakan oleh Komisi Kerukunan Antarumat Beragama (KAUB) Majelis Ulama Indonesia. Kegiatan ini belangsung secara santai, didahului makan siang bersama di Rumah Makan Simpang Raya, Keramat, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Hadir dalam acara tersebut utusan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan perwakilan umat Buddha (Walubi dan NSI).
Beberapa kasus penyerangan terhadap tokoh agama dan tempat ibadah yang terjadi akhir-akhir ini dipandang mengkhawatirkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Karena itu, dibutuhan komunikasi lintas agama untuk mengevaluasi dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengurai persoalan tersebut.
Tantangan ini sesungguhnya sudah dibaca PGI dalam beberapa tahun belakangan, khususnya terkait gesekan horizontal akibat dinamika politik lokal yang bergerak tumpang tindih dengan sengketa sumberdaya alam dan masalah pertanahan. Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dalam kontestasi politik. Kasus penolakan terhadap keberadaan Pura Hindu di Bima, Nusa Tenggara Barat, misalnya ditengarai melibatkan masa dari luar. Dalam pembacaan utusan PHDI, masyarakat lokal sesungguhnya toleran. Namun, ada pihak-pihak yang kemudian masuk dan mengakibatkan terjadi gejolak sosial.
Masalah lain yang juga disoroti adalah soal persekusi terhadap biksu di Tangerang, minimnya tempat ibadah di rumah susun, serangan terhadap gereja, masalah kesenjangan dan persoalan IMB.
Dalam pertemuan tersebut diusulkan agar ada upaya serius untuk menghidupkan komunikasi lintas agama di tingkat lokal. Hal ini mengingat dinamika sosial-politik di tingkat lokal tidak sepenuhnya bisa dikendalikan dari pusat. Selain itu, dibutuhkan juga pemetaan wilayah rawan konflik yang perlu mendapat penanganan.
Acara silaturrahim antarmajelis agama mengusulkan agar setiap lembaga agama membuat panduan kepada umatnya dalam memasuki tahun politik. Hal ini dipandang perlu dalam rangka mendampingi umat agar tidak mudah terpancing oleh sentiment identitas di tingkat lokal. Di akhir acara, para peserta juga menyepakati agar ada pertemuan lanjutan dalam rangka menghasilkan seruan bersama lembaga-lembaga agama di tahun politik.(Sumber: PGI.or.id)