Home » Warta Terkini » Ketum PGI: Jangan Terjebak Politisasi Agama

Ketum PGI: Jangan Terjebak Politisasi Agama

 

(Pertemuan Pengurus FKUB Sumut dengan Pengurus PGI di Jakarta)

GKJbrayatkinasih, Jakarta- Kehadiran agama-agama adalah menciptakan perdamaian, keadilan, dan tidak terjebak dalam politisasi agama, demikian disampaikan Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang, dalam pertemuan dengan Pengurus Forum Kerukunan ­Umat Beragama (FKUB) Provinsi Su­­matera Utara, di Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Pengurus FKUB Sumatera Utara diterima oleh Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang, Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, Wasekum PGI Pdt. Krise Anky Gosal, Wabendra PGI Arie Moningka, SE Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Pdt. Penrad Siagian, SE Bidang Keadilan dan Perdamaian Pdt. Henrek Lokra, dan Kepala Biro Humas PGI Jeirry Sumampow.

Pertemuan yang berlangsung di lantai dua ini, membahas berbagai isu seperti Saksi Yehova (SY), putusan Mahkamah Konstitusi terkait penghayat kepercayaan masuk kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP), keberadaan lembaga-lembaga gereja, serta peran agama-agama memasuki tahun politik 2018.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum PGI menjelaskan empat isu utama dalam program-program PGI yaitu kemiskinan, radikalisme, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Menurutnya, peran agama-agama sangat dibutuhkan dalam menghadapi persoalan tersebut.

“Kehadiran agama-agama adalah menciptakan perdamaian, keadilan, dan tidak terjebak dalam politisasi agama yang sekarang ini sangat memprihatinkan, terlebih dalam menjelang Pilkada. Kita perlu mengajak umat agar jangan terjebak dalam persoalan ini, termasuk dalam isu Israel-Palestina. Dalam surat pastoral menjelang Pilkada misalnya, PGI mengingatkan salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah pendidikan politik bagi pemimpin gereja agar terbuka wawasan politik dan kebangsaannya,” jelas Pdt. Ery Lebang, biasa dia disapa.

Sementara itu, Pdt. Gomar Gultom mengungkapkan tentang keberadaan lembaga-lembaga gereja. Menurutnya, ciri Protestantisme adalah memberikan kebebasan. Sehingga tidak ada lembaga yang bisa mengatakan ini gereja atau bukan, dan mewakili umat Kristen di Indonesia.

“Ini problem di Protestantisme, beda dengan Katolik. Sehingga memang merepotkan negara mau pakai yang mana sebagai representasi umat Kristen. PGI tidak mengklaim satu-satunya perwakilan umat Kristen di Indonesia. Sedangkan Bamagnas itu ormas. Soal FKAG dan Bamag di provinsi itu prakarsa pemerintah daerah. Ini memang pekerjaan rumah yang tidak mudah diselesaikan. Di tempat lain ada yang sinkron dengan PGIW tetapi di daerah lain belum tentu,” tandasnya.

Sedangkan terkait Saksi Yehova, Gomar menegaskan PGI tidak dalam posisi mengklaim bahwa keberadaan SY itu sesat, tetapi bukan berarti sependapat dengan SY. Meski demikian, lanjutnya, hak-hak mereka sebagai warga negara harus diakomodir oleh negara.

Usai mendengar penjelasan MPH-PGI, Ketua FK­UB Provinsi Su­­matera Utara Maratua Simanjuntak menyampaikan terimakasih, dan menilai informasi yang didapatnya sangat membantunya untuk mengambil keputusan yang tepat, sehingga terhindar dari konflik. (Sumber: PGI.or.id)