Home » Artikel » Lima Bahasa Cinta (3)

Lima Bahasa Cinta (3)

3. Bahasa cinta ketiga : Saling memberi hadiah
Hampir disemua daerah dan kebudayaan manusia, hal memberi hadiah adalah simbol bahasa cinta yang dikenal, orang bisa menyebutnya ‘pasok tukon’ , ‘mahar’ dll. Hadiah merupakan simbol visual dari cinta, pada sebagian upacara pernikahan terdapat acara memberi dan menerima cincin. Pemberian hadiah sebenarnya mewakili tentang perasaan mengingat orang yang diberi hadiah. Tidak peduli apakah hadiah itu memerlukan pengeluaran uang atau tidak, yang penting ialah bahwa kita memikirkan pasangan kita.

a. Hadiah dan uang.
Setiap kita punya persepsi tersendiri mengenai tujuan uang dan kita mempunyai bermacam emosi yang berhubungan dengan pengeluaran uang. Beberapa di antara kita punya pembawaan boros. Kita merasa bahagia apabila kita menghambur-hamburkan uang. Beberapa lagi di antara kita punya perspektif menabung dan menginvestasikan uang. Kita merasa bahagia apabila kita menabung dan menginvestasikan dengan baik.
Jika tipe orang yang pemboros maka tidak akan mengalami kesulitan untuk membeli hadiah bagi pasangan. Namun bagi mereka yang termasuk tipe penabung akan menimbulkan persoalan dengan pembelian hadiah. Kenapa harus membeli sesuatu untuk pasangan sedangkan untuk diri sendiri saja tidak membeli apa-apa. Tetapi sikap seperti ini sebenarnya tidak mengakui bahwa kita sedang membeli ‘barang’ untuk diri sendiri. Dengan menabung maka kita akan memperoleh ‘barang’ yang disebut kebahagiaan dan kemapanan emosional. Kita peduli dengan kebutuhan emosional kita dan tentunya kita juga peduli pada kebutuhan emosional pasangan dengan memberinya hadiah-hadiah.

b. Pemberian diri.
Pemberian sering dihubungkan dengan pemberian hadiah-hadiah berupa barang namun pemberian yang jauh lebih mendalam adalah pemberian diri. Yang dimaksudkan adalah memberikan diri untuk ada bersama dengan pasangan saat ia membutuhkan kehadiran kita. Ini sebuah penegasan bahwa pasangan kita jauh lebih penting dari kebiasaan dan hobby kita. Bahkan disaat-saat yang penting dan krisis, ketika pasangan membutuhkan kita, kehadiran kita disampingnya jauh lebih penting dari pada pekerjaan kita.

4. Bahasa cinta keempat: Saling melayani
Tuhan Yesus memberi teladan yang luar biasa dalam pelayanan, hal ini dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika Ia membasuh kaki para murid. Ia bersabda, kalau seseorang mau menjadi pemimpin ia harus menjadi pelayan bagi saudaranya. Dalam bahasa cinta pelayanan yang menjadi pusat penting adalah melakukan hal-hal yang kita tahu pasangan kita ingin supaya kita mengerjakannya.

Bagi kita yang mengharapkan pasangan melakukan pekerjaan tertentu kita mengunakan kata-kata yang ramah dan memohon bukan dengan kata-kata kecaman dan ancaman. Kita mungkin bisa menggunakan kecaman untuk menggerakkan pasangan kita melakukan sesuatu namun ini bukan ungkapan cinta. Namun kalau kita mendengar kecaman dari pasangan, sesungguhnya itu menolong kita untuk mengenal bahasa cinta primernya. Orang cenderung mengecam pasangan dalam hal-hal yang mereka sendiri butuhkan secara emosional.

Perjalanan kehidupan suami istri mengalami berbagai macam situasi. Adakalanya satu orang sehat dan yang lainya sakit. Dalam kondisi yang seperti inilah, bahasa cinta ‘saling melayani’ semakin kuat dan terasa. Saat-saat kita lemah dan sakit ada pasangan yang menyiapkan makanan, memandikan kita, mencuci pakaian dll. Hal-hal yang seperti akan meneguhkan perasaan bahwa kita dicintai.

5. Bahasa cinta kelima: Lewat sentuhan fisik
Kita sudah lama mengetahui bahwa sentuhan fisik merupakan cara menyampaikan emosi cinta. Banyak sekali proyek penelitian mengenai perkembangan anak. Dapat disimpulkan bahwa bayi-bayi yang dipegang, dipeluk, digendong, dicium mengembangkan kehidupan emosional yang lebih sehat dari pada bayi-bayi yang ditinggalkan untuk waktu lama tanpa sentuhan fisik. Tuhan Yesus memberi teladan kepada kita ketika Ia memeluk anak-anak dan terjadi sentuhan fisik dengan mereka.

Sentuhan fisik merupakan wahana yang sangat luar biasa untuk menyampaikan cinta dalam perkawinan. Saling berpegangan tangan, mencium, memeluk dan hubungan badan. Semua itu merupakan cara menyampaikan emosi cinta kepada pasangan kita. Diawal-awal pernikahan sungguh terasa indah dan menyenangkan namun sering menjadi hambar setelah beberapa tahun menikah terutama setelah kelahiran anak yang pertama.

Suami mengeluh karena istrinya tidak seromantis dulu, kalau terjadi hubungan badan yang sajikan hanya seperlunya saja. Istri juga mengeluh karena merasa suaminya hanya memikirkan soal hubungan badan dan bukan sentuhan fisik yang mesra dan hangat. Kalau habis hubungan badan langsung membalikan badan dan sebentar kemudian mendengkur, tidak ada kata-kata mesra dan saling membelai.

Berpelukan juga menjadi bahasa cinta yang efektif. Hampir secara naluriah dalam saat krisis, kita saling berpelukan. Mengapa? Karena sentuhan fisik merupakan komunikator cinta yang paling kuat. Di saat krisis, lebih dari apapun, kita perlu merasa bahwa kita dicintai. Kita tidak  bisa selalu merubah kejadian tetapi kita bisa mengatasinya jika kita merasa dicintai. Jika bahasa primer pasangan pasangan anda adalah sentuhan fisik, tidak ada yang lebih penting dari pada memeluknya sementara ia menangis.

Dalam soal perselingkuhan, nyeri emosional menusuk sangat dalam sekali dan keintiman akan menguap jika tahu bahwa pasangan terlibat secara seksual dengan orang lain. Tangki emosi cintanya bukan hanya kosong; tangki itu sudah dihancurkan oleh satu ledakan. Perbaikan besar-besaran harus diupayakan supaya kebutuhan emosional itu dapat dipenuhi kembali.

 

Oleh Pdt. Sundoyo
GKJ Brayat Kinasih