GKJBrayatKinasih – Masa pra paskah yang dimulai pada hari Rabu Abu dengan prosesi penorehan abu di dahi dalam bentuk tanda salib, mempunyai dua rumusan yang berbeda.
Rumusan pertama prosesi pada Rabu Abu yaitu, bertobatlah dan jangan berbuat dosa lagi. Tetapi juga ada rumusan lain yang juga digumuli dan dihayati, dan saya memilih rumusan yang kedua ini adalah, Tuhan merangkul kita dalam kasihNya.
Jadi ketika kita orang yang berdosa seperti abu yang tidak bermakna itu, kasih Allah merangkul kita, cintaNya merengkuh kita. Tanda abu berbentuk salib itu menyatakan Tuhan merangkulmu, Tuhan merengkuhmu. Kenapa ada dua rumusan berbeda yang jadi pilihan, karena secara teologi dua hal tersebut sangat berbeda, The Original Sin dan The Original Grace, memulainya dari dosa mula-mula atau memulainya dari Kasih Allah yang mula-mula. Jadi cara melihatnya sangat berbeda.
Dalam Kitab kejadian sering disebut sebagai, inilah dosa yang mula-mula, tapi ada yang mengatakan mengapa harus dimulai dari dosa dan meniadakan Kasih Allah yang mula-mula dan terus senantiasa ada.
Ketika Allah mencintai Adam dan Hawa harusnya Adam dan Hawa mencintai Allah. Tapi ternyata cinta kasih Allah itu bertepuk sebelah tangan. Hati Tuhan terluka, ternyata Adam dan Hawa lebih mencintai buah dari pohon pengetahuan baik dan buruk, yang maksud sebenarnya bahwa manusia itu lebih mencintai dirinya sendiri.
Jadi penyebab Adam dan Hawa jatuh dalam dosa adalah pohon itu. Lalu mengapa Tuhan menciptakan pohon itu. Coba kalau tidak ada pohon itu, selesai persoalan (manusia tidak jatuh dalam dosa, red). Tapi ini soal relasi, ini adalah cara Tuhan membangun relasi dengan Adam dan Hawa. Kalau seorang perempuan mencintai laki-laki karena tidak ada pilihan laki-laki yang lain, itu namanya bukan cinta. Kalau mencintai dengan pilihan untuk tidak mencintai yang lain maka itu benar-benar cinta.
Jadi Tuhan tahu ketika Adam dan Hawa tidak benar-benar mencintaiNya. Tapi apakah Tuhan berhenti mencintai Adam dan Hawa? Tidak. Cintanya tidak berhenti untuk membahagiakan kekasihnya itu. Tuhan tetap mencintai walaupun yang dicintai ternyata lebih mencintai yang lain. Allah tetap mencintai manusia walaupun manusia lebih mencintai dirinya sendiri.
Kalau kita melihat dari bacaan kita Mazmur 32 pada ayat 3 dan 4, dinyatakan bahwa “Selama aku berdiam diri tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari. Sebab siang malam tanganMu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas”.
Jadi Daud ketika berbuat dosa ternyata hatinya tidak tenang, sangat takut dan khawatir. Dan lebih parah lagi, ketika Daud bersetubuh dengan Betsyeba (yang bukan istrinya, red), ia merasa tertekan dan ingin menutupi dosa itu. Ia panggil Uria (suami Betsyeba, red) ke istana untuk bisa pulang ke rumah, tapi ternyata Uria tidak mau pulang. Daud takut, lalu ia menugaskan Uria di garis depan peperangan supaya dia mati. Dan dia (Daud, red) datang sebagai pahlawan mengambil perempuan yang ditinggal mati oleh prajurit. Daud berusaha menutupi dosa itu dengan dosa-dosa yang lain tapi hatinya tertekan karena setiap dosa menimbulkan rasa bersalah, menimbulkan ketakutan, menimbulkan rasa was-was. Daud akhirnya mengakui dosa itu kepada Tuhan, dan ternyata pengakuan itu membebaskan.
Pengakuan (atas dosa, red) memang bisa menimbulkan persoalan, bisa ramai, bisa ribut, tetapi pengakuan itu menjadi awal untuk pemulihan segala sesuatu, menjadi jalan yang dikehendaki Allah supaya ada pemulihan di dalam kehidupan, maka jalan itu yang harus ditempuh. Daud mengakui dosanya di hadapan Allah dan dia dipulihkan.
Maka dikatakan dalam Mazmur 32 itu, berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya. Berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan oleh Tuhan.
Berbahagialah dalam bahasa Ibrani adalah Asher. Namun dalam arti yang lebih luas, makna Asher adalah berjalan lurus atau berjalan menetap di jalannya Tuhan. Ada panggilan untuk berjalan di jalan Tuhan. Kalau salah mengaku bersalah, segeralah bertobat untuk mendapatkan pemulihan. Jika kita berjalan dengan lurus dan benar maka hati kita akan tetap tenang, tidak ada ketakutan yang tidak perlu. Segera mengaku akan kelemahan kita karena kasihNya tidak berhenti, pengampunannya terus menerus. Segeralah, selama Tuhan masih berkenan untuk kita temui.
Oleh : Pdt. Sundoyo, Ssi. MBA.
Disampaikan dalam kotbah Minggu, 1 Maret 2020.