GKJBrayatKinasih, Miliran- Jumat, 15 Maret komisi Dewasa Muda kembali bertemu dalam persekutuan dan Pendalaman Alkitab. Tema yang diangkat adalah “Jangan Tangisi AKU, Tangisilah Dirimu”, dengan pembicara Pdt. Agus Prasetyo, S.Pd.K (Pendeta GKJ Bambu).
PA kali ini membahas tentang perjalanan Yesus memikul salib menuju Bukit Golgota. Tema ini diangkat karena kita sedang dalam masa Prapaskah, maka kita kemudian diajak untuk merenungkan salah satu bagian penting dari perkataan Yesus yakni “Jangan tangisi AKU, tangisilah dirimu”.
Pdt. Agus memulai penjelasannya tentang keterkaitan yang sangat kuat antara ranah Sosiologi, Psikologi dan Teologi, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Manusia pada dasarnya tidak terlepas dari ranah ini, contohnya jika seseorang memiliki masalah dengan psikologinya atau hatinya, otomatis relasinya dengan Tuhan pun akan terganggu, begitu juga jika relasi sosiologi (relasi dengan orang lain) terganggu otomatis juga akan mempengaruhi relasinya dengan Tuhan. Oleh karena itu 3 ranah ini harus selalu dapat berjalan dengan baik, dan tidak menyepelekan satu bagian.
Peristiwa Paskah secara nyata telah memberikan perubahan besar bagi setiap manusia yang memberikan pemaknaan tersendiri untuk peristiwa ini. Kesengsaraan, penyaliban, kematian Yesus dan kebangkitaNya telah menjadi bagian dari pembaharuan cara pandang masyarakat pada saat itu dan kita pada saat ini.
Menjadi penting untuk kembali melihat sejarah dan makna hukuman salib bagi masyarakat saat itu. Dikatakan bahwa Yesus bukanlah orang pertama yang menerima hukuman salib, karena di jaman itu hukuman salib sudah berlangsung selama masa pemerintahan Pilatus. Hukuman salib menjadi hukuman ‘terkeji’ di masa itu, karena dilihat dari penghukuman yang harus ditanggung oleh yang akan disalibkan, dan hukuman salib akan dijatuhkan kepada mereka yang dianggap telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.
Orang yang disalib tidak hanya mengalami penderitaan secara fisik, tetapi juga penderitaan sosial karena dianggap sebagai pengkhianat negara dan kemudian keluarga dari yang tersalib pun akan ikut dikucilkan.
Lambang salib menjadi penghinaan bagi orang yang dijatuhi hukuman tersebut. Namun peristiwa Yesus telah mengubah makna salib sebagai penghukuman terkeji menjadi lambang keselamatan bagi manusia. Dimensi moral Yesus yang diperagakan saat jalan Via Dolorosa sejatinya menghantar pada pemahaman baru. Mendekonstruksi seluruh bangunan psiko-sosial politik yang ada.
Ungkapan itu membuat semua tercengang, mana mungkin Yesus yang dilihat sebagai korban yang memang sangat tersiksa, namun pada saat yang sama Yesus malah sebaliknya mengucapkan kepada mereka yang mengikutNya, terlebih pada perempuan termasuk ibuNya “Jangan tangisi AKU, tangisilah dirimu”. Apa makna perkataan Yesus ini? apakah Yesus sedang berhalusinasi karena penderitaan yang sedang dialamiNya sungguh amat berat.
Maka perkataan Yesus itu, dapat memberikan pemaknaan :
1. Yesus sedang mengubah paradigma setiap orang pada saat itu, tentang sosok Sang Mesias, karena saat itu orang-orang menganggap bahwa Mesias adalah sama seperti apa yang kami gambarkan, Yesus adalah Sang penyelamat yang bukan hanya sekedar jadi seperti apa yang digambarkan oleh setiap orang di masa itu.
2. Sejak awal Yesus telah menjelaskan bahwa Dia harus menderita di Yerusalem kemudian mati dan akan bangkit. Tetapi perkataan itu tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia, Yesus menunjukan bahwa pada dasarnya bukan Yesus yang menjadi korban, tetapi kitalah korban itu, karena masih saja terus hidup dalam gambaran yag kita bangun sendiri tetapi tidak memiliki tujuan yang jelas. Masih hidup dalam kebencian, kebohongan, dosa, dst. Maka disitulah Yesus mengatakan tangisilah dirimu sendiri karena masih belum dapat meninggalkan kehidupan yang seperti itu.
3. Yesus Kristus yang tersalib adalah jalan menebus manusia dan mengeluarkan manusia dari kebiadaban kehidupan. Manusia yang dibelenggu dalam kerakusan, roh yang menyesatkan, keangkuhan, kejahatan, ketidakadilan, permusuhan, dendam, dsb. Belenggu itulah yang harus ditangisi manusia itu sendiri karena tidak bisa keluar dari lingkaran kuasa gelap yang membelenggunya. Belenggu ini harus disingkirkan, maka melalui perjalanan Via Dolorosa yang berat itu, Yesus sedang mengajarkan cara hidup yang baru penuh pengampunan dan rahmat. “Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. (Mike Makahenggang/Tim Admin)