GKJBrayatKinasih, Jakarta- Memperingati Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ( 16 HAKTP) atau 16 Days of Activism Against Gender Violence Campaign yang dilaksanakan setiap 25 November-10 Desember, PGI mengajak gereja-gereja ikut berpartisipasi dalam kampanye global untuk mendorong upaya-upaya pengahapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh dunia ini.
Sebagaimana diketahui, setiap tahun PGI melalui Biro Perempuan dan Anak (BPA) melaksanakan kampanye 16 HAKTP bersama-sama Sinode/Gereja, Komisi Perempuan di Wilayah DKI dengan berbagai kegiatan seperti seminar sehari dan long march/mars panjang, membagikan bunga serta pin kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu komitmen gereja ikut terlibat dalam upaya penghapusan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap perempuan dan anak.
Kampanye 16 HAKTP 2018 bertema “Hentikan Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Kerja”. Tema ini dibangun berdasarkan momentum dan pencapaian selama kampanye 2017, ketika lebih dari 700 Organisasi di 92 negara berkampanye di sekitar tema “Bersama Kita Dapat Akhiri Kekerasan Berbasis Gender dalam Pendidikan. Sedangkan tujuan kampanye adalah terus menargetkan lembaga-lembaga di mana kekerasan berbasis gender diabadikan, dan mendorong lembaga-lembaga tersebut melakukan perubahan yang setara gender.
Kampanye 16 HAKTP 2018 bertujuan untuk mendukung gerakan hentikan kekerasan berbasis gender di tempat kerja. Dalam rentang 16 Hari mulai dari 25 November sampai 10 Desember, Perempuan Gereja dapat memilih satu hari dalam kurun waktu 16 hari tersebut untuk ikut berkampanye.
Berbagai bentuk atau cara dapat dilakukan dalam kampanye 16 HAKTP 2018, misalnya, kampanye di tempat ibadah, kampanye damai long march/mars panjang, dan seminar interfaith.
Seluruh kegiatan dapat dimodifikasi dengan berbagai hal, misalnya diisi dengan video singkat tentang kesetaraan dan keadilan gender di tempat kerja, membuat pin dengan tulisan yang mengajak setiap orang dapat diberikan penyadaran untuk tidak melakukan diskriminasi di tempat kerja. Misalnya “Stop Diskriminasi Gender di Tempat Kerja” atau Stop Diskriminasi Gender”, dan menyiapkan kain putih 2 meter untuk ditanda tangani setiap orang yang datang beribadah sebagai tanda bahwa jemaat mendukung stop kekerasan berbasis gender di tempat kerja.
Selain itu, jika berkenaan atau ada anggaran yang cukup dapat juga membuat kaos untuk dibagikan terhadap jemaat pada saat kampanye berlangsung, menggunakan simbol seperti pita putih dan aksesoris lain sebagai gerakan memperjuangkan keadilan, menghadirkan narasumber untuk memberikan ceramah tentang kesetaraan gender sehingga jemaat akan dapat mengetahui tentang kesetaraan gender tersebut, menyiapkan lilin di akhir kegiatan, lilin dinyalakan dan semua meletakkan lilin dan berdoa bagi perempuan dan anak, dan untuk semua orang yang mengalami diskriminasi di manapun khususnya di tempat kerja, dan setelah itu diakhir dengan lagu yang sesuai tema, sebagai bukti dari komitmen gereja untuk ikut memperjuangkan keadilan gender.
Untuk kampanye damai long march bisa menggunakan media kampanye misalnya berupa pin, bunga atau pita yang akan dibagi-bagi kepada masyarakat umum sebagai simbol untuk mendukung stop kekerasan berbasis gender bagi perempuan di tempat kerja, menentukan lokasi/jalan yang strategis untuk kampanye dan tidak menggangu lalu lintas, dan meminta ijin kepihak yang berwajib, bahwa akan mengadakan kampanye selama 30 menit dijalan yang sudah disepakati.
Seluruh kegiatan perlu dipersiapkan dengan baik dan semenarik mungkin oleh Komisi Perempuan Gereja, agar seluruh jemaat dapat berpartisipasi. Juga menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, dan tidak menggunakan bahan yang terbuat dari plastik.
Diharapkan melalui kegaitan ini adanya komitmen gereja untuk mendukung gerakan Kampanye 16 HAKTP, Gereja mengagendakan kegiatan ini melalui Komisi Perempuan Gereja untuk menjadi kegiatan rutin tahunan, dan adanya dokumentasi kegiatan dalam bentuk video, foto dan laporan narasi singkat.
Kampanye 16 HAKTP pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s GlobalLeadership. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu pelanggaran HAM. Di Indononesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini sejak 2003.
Beberapa catatan penting yang melatarbelakangi kampanye dalam kurun waktu 25 November-10 Desember adalah Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (25 November 1999), Hari Aids Sedunia (1 Desember 1988), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan (2 Desember 1949), Hari Internasional bagi Penyandang Cacat (3 Desember 1982), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember 1985), Hari Internasional bagi Difabel (3 Desember 1982), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember 1991), Hari Internasional Anti Korupsi (9 Desember 2003), dan Hari Hak Azasi Manusia Internasional (10 Desember 1948). (Sumber: pgi.or.id)