GKJbrayatkinasih, Yogyakarta— Jari Suster Lili dan Olivia Prisandra menyatu. Mereka menggenggam sebuah lilin yang menyala. Keduanya berdiri berdampingan dengan para mahasiswa berbagai agama di anak tangga depan Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta.
Di keheningan malam dan diterangi cahaya lilin, mereka berdoa dipimpin para mahasiswa berbeda agama yang melakukannya secara bergantian. Doa yang dipanjatkan saat itu adalah kerukunan dan kedamaian Indonesia.
Di tengah lantunan doa, Olivia Prisandra tak kuasa menahan air matanya. Olivia menyandarkan kepalanya ke Suster Lili yang tepat berdiri di samping kanannya. Tangannya memeluk suster yang belum dikenalnya itu.
Suster Lili tampak mencoba menenangkan. Tangannya mengelus pundak kiri Olivia. Sementara jari keduanya masih tetap bersama-sama mengengam lilin yang menyala hingga lantunan doa untuk kedamaian Indonesia selesai dipanjatkan.
Seusai acara, Suster Lili tampak menjulurkan tangannya dan mengusap air mata yang masih tersisa di pipi Olivia. Keduanya lantas kembali duduk, berkenalan, dan berbincang-bincang santai.
Sebelum saling berpisah, Olivia dan Suster Lili tak lupa mengabadikan dengan berfoto bersama.
“Saya pusing, sedih, kenapa sih ribut terus. Selalu terulang di Indonesia ini, cukuplah, jangan sampai ada lagi. Kasihan orang-orang tidak bersalah dianggap salah dan menjadi korban,” ujar Olivia Prisandra (19) seusai doa lintas iman di halaman Auditorium Driyarkara USD, Selasa (13/2/2018).
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Sejarah USD ini menyampaikan, sebagai manusia, setiap orang harus menyadari bahwa perbedaan tidak bisa dimungkiri. Karena itu, setiap manusia harus saling menghormati dan mengasihi satu sama lain, bukan justru saling menyakiti.
“Kita ini manusia yang mempunyai hati, bukan hewan atau tumbuhan, kenapa harus menyakiti. Saya dan suster berbeda agama, tetapi kami ini sama manusia,” ucapnya.
Kemajemukan Indonesia, sambung dia, merupakan kekayaan dan bukan menjadi alasan saling bermusuhan. Perbedaan harus terus dijaga dengan saling menghormati dan bertoleransi satu sama lain.
“Kita multikultural, majemuk, ya, inilah Indonesia. Alangkah baiknya saling menghargai, saling toleransi. Rasa nasionalisme itu harus ditumbuhkan sebagai sesama anak Indonesia yang senasib sepenanggungan,” tandasnya.
Suster Lili (38) mengungkapkan, awalnya memang tidak kenal dengan perempuan yang berdiri di sebelahnya meski ternyata sama-sama mahasiswa USD Yogyakarta. Ia baru berkenalan setelah acara doa bersama lintas iman selesai.
“Tadi belum kenal, awalnya dia menghidupkan lampu handphone, lalu kami berbagi menggenggam lilin bersama-sama. Tiba-tiba dia menangis, merangkul, saya mencoba langsung menenangkan,” urainya.
Kehadirannya di acara doa lintas iman tidak lain untuk bersama-sama memohon kepada Tuhan untuk perdamaian Indonesia. Selain itu, ia juga merasa prihatin dengan berbagai situasi intoleransi di Indonesia.
“Kita ini satu, kita saling bersaudara, kita sama-sama prihatin dengan situasi seperti kemarin,” ucapnya.
Suster Lili menyampaikan, selama ini ia memiliki banyak teman dari agama berbeda. Selama pertemanan, semua baik-baik saja dan tidak pernah memandang perbedaan.
“Teman-teman saya banyak yang beragama lain. Saya bersyukur dan senang, bersatu, dan bersaudara,” ujarnya.
Doa lintas iman di depan Auditorium Driyarkara ini digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sanata Dharma. Hadir dalam acara ini antara lain Jaringan Gusdurian, Mahasiswa Atmajaya, berbagai komunitas mahasiswa, dan masyarakat umum.
Para mahasiswa datang untuk berdoa bersama-sama demi kedamaian Indonesia. Mereka bergandengan tangan, bersatu tanpa memandang suku, agama, dan golongan. Mereka berdoa untuk kedamaian Indonesia dan menentang berbagai intoleransi di Indonesia. (Sumber: kompas.com)