GKJbrayatkinasih, China- Pemerintah Komunis China Selasa (9/1), meledakkan Golden Lampstand Church di provinsi Shanxi utara. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan umat Kristen akan penganiayaan yang mereka derita akan segera memburuk.
China Aid mengatakan pada Rabu (10/1), bahwa polisi militer China meledakkan sebuah megachurch dengan bahan peledak di dalam Golden Lampstand Church di Linfen, dan menghancurkan rumah ibadah senilai $ 2,6 juta itu, milik jemaat evangelis. Seorang petugas memisahkan bagian-bagian gereja yang tersisa setelah ledakan dengan penggali dan martil.
Pimpinan Golden Lampstand Church Pastor Yang Rongli menggambarkan pembongkaran tersebut. Diungkapkan, pada awalnya polisi mengepung gereja tersebut. “Gerobak patroli menjaga gereja, pekerja menghancurkan kaca gereja, dan pada saat ini, penggali menggali ke gereja, tapi kami tidak diijinkan masuk atau menonton,” kata pria yang sebelumnya telah menghabiskan tujuh tahun di penjara atas tuduhan mengumpulkan kerumunan besar untuk mengganggu ketertiban lalu lintas, dan berada di bawah pengawasan polisi sejak dibebaskan pada Oktober 2016.
“Kepala desa dan polisi dari kantor polisi setempat memperingatkan semua orang percaya agar tidak memasuki gereja. Kini, kami sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi,” tambah Rongli.
Perintah untuk menghancurkan gereja tersebut dilaporkan berasal dari pejabat tinggi China, yang mengendalikan polisi militer. “Penindasan berulang terhadap Golden Lampstand Church menunjukkan bahwa pemerintah China tidak menghormati kebebasan beragama atau hak asasi manusia,” kata Presiden dan pendiri ChinaAid Bob Fu.
“ChinaAid meminta masyarakat internasional untuk secara terbuka mengutuk pengeboman gedung gereja ini dan mendesak pemerintah China untuk secara adil mengkompensasi umat Kristen, dan segera menghentikan penghancuran gereja-gereja yang menimbulkan kekhawatiran ini.”
The Guardian juga melaporkan bahwa sebuah gereja Katolik di provinsi tetangga Shaanxi dibongkar dengan cara yang sama bulan lalu, yang memicu ketakutan di kalangan umat Kristen bahwa tindak kekerasan yang meluas terhadap gereja terus berlanjut dengan kekuatan penuh.
Sebanyak 1.200 salib telah disingkirkan dari gereja-gereja di provinsi Zhejiang sejak tahun 2015, dengan alasan penghancuran telah dilakukan karena melanggar peraturan.
Seorang pendeta setempat, yang meminta tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia melihat “lebih banyak polisi daripada yang dapat saya hitung” di lokasi tersebut, yang mencegah jamaah mendekat. “Hatiku sedih melihat pembongkaran ini dan sekarang aku khawatir tentang lebih banyak gereja yang dibongkar, bahkan milikku sendiri,” katanya. “Gereja ini dibangun pada tahun 2008, tidak ada alasan bagi mereka untuk menghancurkannya sekarang.”
Associated Press mencatat bahwa megachurch evangelis memiliki sebuah kongregasi yang terdiri dari 50.000 orang, dan telah menjadi sasaran polisi pada beberapa kesempatan. Pejabat dilaporkan menyewa preman untuk menghancurkan gereja tersebut dan mengambil Alkitabnya selama tindakan keras pada tahun 2009, ketika Rongli ditangkap.
Umat Kristen telah memprotes pembongkaran gereja, dengan sebuah video yang direkam di Shanxi pada bulan Agustus yang menunjukkan bentrokan antara orang-orang Katolik dan perwakilan pemerintah yang menggunakan buldozer untuk menghancurkan properti gereja.
Orang-orang percaya dalam video bisa terdengar berteriak “Yesus menyelamatkan saya!” dan “Ibu Maria, kasihanilah kami,” dan berhasil menghalangi usaha pemerintah. (Sumber:pgi.or.id)