Home » Artikel » Kenapa Orang itu Mati ?

Kenapa Orang itu Mati ?

Seorang anak yang masih duduk dikelas 4 sekolah dasar bertanya kepada saya. ‘Pak Pendeta, kenapa orang itu harus mati? Kan Tuhan sudah menciptakannya, kenapa Tuhan memanggilnya kembali ?’, demikian sergap seorang anak laki-laki yang menghentikan perbincangan di ruang tamu. Saya hanya diam dan memandang mata bulat hitam yang bersinar itu. Saya melirik eyang putri yang duduk persis di depan saya.

Dengan cepat eyang putri berambut putih itu menjawab pertanyaan yang kusampaikan dengan bentuk wajah yang mlenggong. “Begini pak, mas ini sedang gelisah karena hanya sesekali ketemu dengan eyangnya waktu libur sekolah. Dia sangat sayang sama eyang kakungnya. Tapi kita sudah memberi pengertian bahwa suatu saat eyangnya akan dipanggil Tuhan. Dia sedih malah jadi murung “, kata eyang dengan tiga cucu itu.

“Waduh, cilaka ini. Ini persoalan serius. Bagaimana menerangkan rahasia kematian kepada seorang anak”, pikir saya berkecamuk dan segera membuka file yang mungkin pernah disimpan di sudut memori pikiran. Sambil berdoa, saya terus mencoba mengingat apa yang bisa saya sampaikan sebagai gambaran soal kematian. Ingatan saya tertuju pada peristiwa sederhana yang pernah terjadi saat membantu istri memindahkan bunga-bunga yang sudah memulai membesar.

Sore itu saya mencoba memindahkan bunga yang semakin besar dengan pot yang sudah semakin rusak dan terlihat sesak. Akar bunga sudah mulai menembus pot yang terlihat menggelembung karena desakan akar. Setelah selesai menyiapkan pot baru yang lebih besar dengan media yang lebih segar. Segera saya pindahkan bunga itu ke pot yang baru. Saat mengambil dan memindahkan bunga itulah hati saya bergetar. ‘Inilah kematian’, pikir saya menyergap.

Kematian adalah ketika kita dipindahkan dari tempat yang terbatas menuju tempat yang lebih luas.
Bukankah hidup kita seperti itu. kita dulunya adalah sperma dan sel telur. Dengan kapasitas dan usia hidup yang terbatas. Tuhan ingin memberikan kita kesempatan yang jauh besar lagi. Jadilah janin dalam perut seorang ibu. Tuhan ingin memberikan kebahagiaan yang lebih buat kita tapi kandungan tidaklah cukup bisa menampung kebahagiaan itu. Kemudian kita lahir di dunia dengan kapasitas dan kebahagiaan yang lebih dari pada seorang janin di dalam perut.

Namun perhatikanlah ada peristiwa kematian yang terjadi. Cara melihat, mendengar dan mendengar sangat berbeda dan berudah disaat kita masih dalam kandungan ibu dan setelah kita masuk ke dunia yang baru yang disiapkan oleh Tuhan. Setelah kita hidup di dunia dengan segala macam warna, Tuhan ingin memberikan kebahagiaan yang lebih lagi untuk kita. Dan kita diambil dari tempat dunia yang sekarang untuk diletakan di tempat yang lebih indah, mulia dan tidak terbatas masanya. Tuhan siapkan tempat bagi kita.

Seperti dalam firmanNya di Injil Yohanes 14 : 1- 3 : “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada”.

Ingatan ini yang menjadi modal untuk menjawab pertanyaan anak dengan rambut lurus kayak ijuk itu. Saya mengandeng tangannya untuk keluar dari ruangan. Setelah sampai di teras, saya meminta cucu pertama keluarga itu untuk mengamati bunga di pot. “Mas, kalau bunga ini tambah gede dan potnya tidak cucup. Apa yang akan kamu lakukan?”, pancing saya untuk mulai menjelaskan. Sungguh luar biasa, anak dengan tubuh gempal itu dengan sangat tepat menjawab pertanyaan saya. “Ya, saya pindah ke pot yang lebih gede dong pak? Atau saya tanam di halalam itu”, jawabnya dengan logat Jakarta sambil menujuk tanah kosong dengan pohon mangga.

“Jadi bunganya tidak mati kan mas ? Bunganya hanya berpisah dengan tempatnya dan sekarang ditanam di tempat yang belih bagus dan lebih besar”, segera kata saya untuk memenangkan kesempatan yang ada. Saat ia menganguk tanda mengerti, saya segera melanjutkan penjelasan soal kematian. Saat tubuh kita semakin lama semakin rusak maka Tuhan memindahkan kita ke tempat yang lebih bagus. Jadi kematian itu bukan selesainya hidup, kematian adalah berpindahnya hidup ke tempat yang lebih bagus. “Apakah bisa mengerti ?”, tanya saya. “Sudah ngerti”, jawabnya sambil berlari ke dalam rumah.

Kematian bukanlah selesainya kehidupan. Kematian adalah gerbang perpindahan menuju kehidupan yang penuh damai sejahtera.

Oleh: Pdt. Sundoyo
GKJ Brayat Kinasih