GKJBrayatKinasih – Seorang Ibu yang sedang mengandung diberi pilihan oleh dokter untuk menggugurkan bayinya dan menyelamatkan nyawanya, atau menyelamatkan bayinya dan merisikokan nyawanya. Ibu ini memilih untuk menyelamatkan bayinya.
Ibu ini rela kehilangan nyawanya asal bayinya selamat. Kasih seorang ibu begitu besar bagi anak yang belum pernah ia lihat, menjadi kekuatan yang begitu besar sehingga ibu tersebut merelakan nyawanya sendiri.
Kasih Tuhan yang begitu besar bagi manusia, juga menjadi kekuatan Allah untuk merelakan Putra Tunggal-Nya untuk mati di atas kayu salib demi menebus dosa manusia. Allah yang sebenarnya tidak punya kewajiban untuk menyelamatkan manusia. Manusia hanyalah ciptaanNya. Ada dan tidak ada manusia, eksistensi tetaplah sama.
Secara manusiawi, cara yang dipilih Yesus untuk mati terkesan konyol. Bahan di perikop ini terlihat jelas bagaimana para serdadu mengolok-olok Yesus. Dipermalukan sedemikian rupa, namun Yesus tidak melawan sama sekali.
Mengapa? Tampaknya kasih Yesus jauh terlebih besar daripada rasa malu, marah, ataupun sakitnya. Ditambah dengan mereka yang tidak paham dan mengerti apa yang mendasari Yesus rela menjalani hukuman itu.
Ya, cinta-Nya kepada kita yang begitu besar itu diberikan dan dibuktikan melalui cara yang luar biasa. Tentu jika kita menghayati cinta-Nya yang besar itu, maka kematian Yesus akan terlihat menakjubkan.
Bagaimana Yesus yang merupakan Raja, rela mati dengan cara yang sangat hina. Sebaliknya, jika kita tidak benar-benar menghayati dan mema-hami pengorbanan Yesus di kayu salib, maka bisa saja kematian-Nya menjadi kematian yang “konyol”.
Sebagai manusia, kita seringkali melakukan hal-hal yang cenderung tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Entah itu teledor, lupa, atau alasan klasik: “Kita kan manusia yang tidak mungkin terbebas dari dosa!”
Alasan-alasan yang seringkali menjadi pembenaran bagi kita untuk melakukan banyak kesalahan tanpa mau memerbaikinya. Namun Allah yang mengetahuinya memilih untuk memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk mati di kayu salib menebus dosa-dosa kita.
Allah telah mengosongkan diri-Nya. Ia turun ke dalam dunia dan menjadi sama seperti manusia. Rela mati bagi kita manusia. Kesetaraan dengan Allah tidak lagi menjadi sesuatu yang berharga bagi Yesus dibandingkan dengan manusia.
Apakah yang menjadi alasan bagi kita untuk tidak mengosongkan diri bagi-Nya?
Kita sebagai pengikut Kristus seharusnya sangat bersyukur bahwa kita memahami dan mengerti akan kehendak Yesus dan cinta-Nya kepada kita. Mari kita mensyukuri cinta Tuhan yang besar itu dengan cara kita menjalani kehidupan kita seperti apa yang Tuhan ajarkan dalam kehidupan kita.
BACAAN ALKITAB (MATIUS 27:27-31)
Sumber : Buku Persiapan Masa Paska 2020 (Minggu IV, 22 Maret 2020)