Home » Warta Kegiatan » Kerusakan Alam, Perdagangan Manusia dan Rindu Masakan Jawa

Kerusakan Alam, Perdagangan Manusia dan Rindu Masakan Jawa

(MenkumHam Yasona Laoly membuka Sidang Raya XVII PGI 2019)

GKJBrayatKinasih, Waingapu- Sidang Raya XVII PGI antara lain membahas masalah kerusakan alam, korupsi dan perdagangan manusia. Di sisi lain, meski sidang baru berjalan 4 hari, kerinduan pada masakan Jawa sudah membuncah. Berikut Refleksi Sidang Raya PGI XVII 2019, oleh Pendeta Sundoyo.

Pagi ini (Senin, 11 November 2019), saya bangun pukul 06.00 waktu Sumba, mata terasa masih berat karena tidur agak larut. Malam sebelumnya saya dan tuan rumah tenggelam dalam kenangan masa lalu. Saat kami persekutuan pemuda di GKJ Samironobaru-Yogyakarta. Terlarut dalam cerita kenangan masa jaya pemuda, saat rambut sebahu masih menjadi kebanggaan dan juga kebanggaan masa muda tentang kenakalan serta pencapaian.

Hari ini, Sidang Raya PGI XVII 2019 membahas tentang tanggapan peserta terhadap laporan pertanggungjawaban pelayanan MPH PGI tahun 2014 s/d 2019. Ada banyak tanggapan, orang harus mengantri di belakang mic untuk mengungkapkan pendapat. Ada puluhan mic yang disediakan, tersebar untuk menjangkau semua peserta. Ada 3 sampai 4 orang mengantri di mic yang terdekat. Beryukurlah bahwa penyampaian pendapat ini sudah diatur dalam tata tertib sidang, bahwa setiap orang harus menyampaikan pendapatnya dengan singkat dan jelas. Setiap orang hanya diberi waktu 3 menit. Saat seseorang mulai berbicara maka proyektor akan menampilkan angka 3.00 dan kemudian menghitung mundur sampai 0.00. Setelah angka 0.00 muncul maka layar langsung berganti dengan warna merah bertuliskan time’s up. Langsung saja mic akan mati.

Ini mekanisme yang menarik karena Persidangan Raya dengan peserta 600 orang harus punya mekanisme percakapan yang teratur. Apalagi peserta yang kebanyakan pimpinan organisasi, para pendeta kadang suka berbicara panjang dan lebar. Pembatasan waktu menyampaikan pendapat merupakan mekanisme baik untuk membuat semua orang balajar memberikan waktu bagi yang lain secara adil. Pembatasan waktu juga mengajarkan bahwa disamping kita mampu mengartikulasikan pikiran, kita juga perlu belajar untuk mendengar orang lain. Karena banyak yang menyampaikan pendapat maka kesempatan untuk tanggapan diberikan waktu tambahan setelah makan siang.

Makan siang disiapkan oleh panitia dan pasti ada daging ‘enak’. Tetapi siang itu, delegasi dari Sinode GKJ mencari acara lain. Membawa satu mobil dan meluncur keluar untuk mencari makanan dengan nuasa Jawa. Ada enam orang dalam satu mobil mencari warung Jawa yang ada di Waingapu. Dan setelah beberapa kali berputar dan mencari arah sesuai dengan petunjuk HP, kami sampai di rumah makan Jawa. Menu masakan rumahan, dan ini kali pertama setelah di Pulau Seribu Kuda kami ketemu dengan lodeh, pecel, sayur bening dan sejenisnya. Kami memuaskan kerinduan pada tanah leluhur, kami menikmati masakan Jawa yang sebenarnya tidak Jawa banget. Pemilik warungnya berasal dari Tulungagung. Kami makan masakan Jawa versi Tulungagung. Tetapi tetap saja itu membawa obat lara bagi kerinduan asal mula keberadaan kami. Artinya bahwa kita selalu merindukan tentang ‘dari mana kita berasal’.

Kami kembali ke MPL, istilah yang dipakai untuk menyebut gedung yang dipergunakan untuk sidang. Masih melanjutkan tentang tanggapan peserta terhadap laporan MPH PGI. Banyak sekali pujian, banyak sekali kritik, banyak sekali masukan dan banyak sekali pertanyaan. Semua sebagai dinamika dalam perjalanan bersama bahtera besar. Dalam cara yang sangat tenang, sistimatis para pemimpin PGI menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan. Mengutip beberapa hal dari buku ‘Dari Gunung Sitoli ke Waingapu’ sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. Dalam hal inipun, kita dapat belajar bahwa segala kepercayaan yang diterima akan dan harus dipertanggungjawabkan di ujung masa pelayanan. Kita juga akan mengalami hal yang sama, mempertanggungjawabkan setiap hal yang dipercayakan kepada kita.

Acara sore hari, peserta berbagi dalam diskusi kelompok terpimpin. Ada beberapa topik diskusi : 1) Pendidikan Kristen. 2) Sosial – Politik. 3) Kaum Millenia. 4) Ekologi dan Sosial-Budaya. 5) Pekabaran Injil. 6) Ekonomi. Kami dari Sinode GKJ berbagi untuk dapat mengikuti semua kelompok. Saya sendiri masuk di kelompok yang membahas tentang ekologi dan sosial budaya. Hal penting yang didiskusikan adalah penyebab kerusakan alam berasal dari kerakusan manusia. Dan dari kerakusan itu terwujud dalam prilaku korupsi pejabat yang memberikan ijin kepada perusahanan perusahaan yang tidak prosedural dan merusak alam. Sosial budaya yang disoroti adalah kondisi perdagangan manusia yang berkedok TKI. Orang-orang muda direkrut dengan agen-agen jahat dibawa ke luar negeri dan dijadikan buruh atau bahkan budak industri, budak seksual. Bagaimana gereja bersikap ?

Sinode GKJ melalui tulisan saya, mengusulkan bahwa peran PGI melakukan advokasi produk perundang-undangan yang berpihak kepada pelestarian lingkungan dan perlindungan kepada anak dan kaum perempuan. Dari banyak usulan dan pendapat, ada benang merah yang bisa dirunut, bahwa gereja secara terus menerus : 1) Menghidupi semangat keugaharian. 2) Membawa kesadaran tentang pelestarian lingkungan dalam liturgi ibadah. 3) Karya nyata dalam membela dan menolong korban. 4) Advokasi atas perundang undangan dan mengawal kebijakan pemangku jabatan.

Hari keempat ditutup dengan perjumpaan alumni. Pertemuan dengan alumni GKJ Brayat Kinasih di tempat makan, dengan para aktivis GKJ Brayat Kinasih saat mereka studi di Yogyakarta. Akan ada edisi khusus tentang ini. Pertemuan alumni kedua adalah pertemuan IKADUA (Ikatan Alumni Duta Wacana). Pertemuan para Pendeta yang sedang ada di Sidang Raya PGI XVII 2019. Ada puluhan pendeta yang berkumpul, mulai dari angkatan tahun 75 sampai dengan angkatan 2012, yang belum menjadi pendeta. Yang luar bisa, kami angkatan 95 ada 6 orang yang berkumpul. Kami mengingat kembali SorBum (Sorga Bumi), yel-yel yang menyatukan semua angkatan. Gelak tawa atas kenangan, jejaring baru karena masing-masing lulusan sudah mejadi ‘orang’ di organisasi masing-masing. Selesailah hari ke 4.