GKJBrayatKinasih, Jakarta- Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, sejauh hanya mengatur kepentingan Pendidikan formal, dan tidak memasukkan pengaturan model pelayanan pendidikan nonformal gereja-gereja di Indonesia seperti pelayanan kategorial anak dan remaja menjadi bagian dari RUU tersebut.
Dukungan tersebut resmi disampaikan PGI melalui siaran pers yang dikeluarkan oleh humas PGI di Jakarta, 18 Oktober 2018. PGI menilai RUU tersebut akan menjadi payung hukum bagi negara dalam memberikan perhatian dan dukungan kepada pesantren, madrasah, sekolah teologi dan pendidikan keagamaan lain yang formal.
Namun PGI juga mengkritisi penyusunan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang cenderung membirokrasikan pendidikan nonformal, khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang sudah dilakukan sejak lama oleh gereja-gereja di Indonesia. “Kecenderungan ini dikhawatirkan beralih pada model intervensi negara pada agama,” demikian bunyi siaran pers PGi.
Salah satu aturan yang dikritisi adalah pasal 69-70 yang juga mengatur tentang pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja, seperti Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi.
Dalam pasal tersebut antara lain disebutkan syarat pendirian pendidikan keagamaan adalah jumlah peserta didik paling sedikit 15 (lima belas) orang, serta harus mendapat ijin dari Kanwil Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
“Hal tersebut tidak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja-gereja di Indonesia, sebagaimana kandungan RUU yang hendak menyetarakan Sekolah Minggu dan Katekisasi dengan model pendidikan pesantren,” demikian PGI.
Menurut PGI, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan ijin karena merupakan bentuk peribadahan. (Tim Admin/Sumber: pgi.or.id)
Isi Lengkap Siaran Pers PGI Terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Agama