GKJbrayatkinasih, Jakarta- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bersama Komnas Perempuan dan sejumlah komponen masyarakat sipil berusaha mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
RUU ini perlu dikawal agar kelak undang-undang yang dihasilkan benar-benar berprespektif korban. Hal ini muncul dalam pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Grha Oikoumene, Jumat (17/11/2017).
Berbagai kasus kekerasan seksual yang terus berlangsung di tengah masyarakat membuat PGI, Komnas Perempuan dan sejumlah elemen masyarakat sipil merasa perlu mendorong RUU ini agar cepat diselesaikan. Apalagi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dipandang belum menampung beberapa bentuk kekerasan seksual yang terjadi di tengah masyarakatdan tidak berprespektif korban; misalnya sangat menekankan pembuktian kepada korban maupun tidak sensitif terhadap realitas psikologis yang dihadapai korban.
Sejak tahun 1990-an, PGI sudah menekankan pentingnya gereja-gereja berperan dalam pendidikan seksual dan reproduksi. Untuk mendorong hal tersebut, PGI menerbitkan buku panduan mengenai kesehatan reproduksi. Buku ini, menurut Pdt. Karise Anky Gosal (Wasekum PGI), mendapat repons positif dari gereja-gereja dan sudah dicetak ulang beberapa kali.
Di tahun 2014, Sidang Raya PGI memberi perhatian pada pentingnya advokasi legislasi, salah satunya soal perempuan dan anak. Di sinilah isu kekerasan seksual masuk dan menjadi prioritas PGI dalam advokasi legislasi.
Dalam pengalaman PGI, sebagaimana dijelaskan oleh Pdt. Krise Eche Gosal, tidak mudah menerjemahkan isu ini ke tengah kehidupan gereja-gereja. Hal ini mengingat tidak semua gereja melihat relasi seksual, khususnya dalam kehidupan rumahtangga, sebagai sesuatu yang berpotensi memuat kekerasan seksual. Karena itu, pengkajian teologi juga dibutuhkan untuk membantu PGI membincangkan isu ini di tengah kehidupan gereja-gereja.
Keterlibatan berbagai pihak, khususnya lembaga-lembaga keagamaan, sangatlah dibutuhkan dalam mengawal RUU ini. Oleh karena itu, Komnas Perempuan mengharapkan dukungan lembaga keagamaan seperti PGI untuk berjalan bersama-sama mengawasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dalam pembahasan bersama dengan PGI, terlihat beberapa isu penting dalam RUU ini yang perlu dikawal oleh gereja-gereja dan berbagai elemen masyarakat sipil; misalnya persoalan defenisi kekerasan seksual yang dirasakan terlalu sempit, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terbatas, perlindungan terhadap mereka yang belum menjadi warga negara Indonesia, definisi korban yang juga minim, kurangnya sensitivitas gender, aspek-aspek non-materiil dan non-fisik tidak mendapat tempat yang semestinya dalam soal kekerasan seksual, serta perlunya pendalaman mengenai sejumlah kasus yang perlu masuk dalam bingkai kekerasan seksual.
Dalam pertemuan ini, PGI dan Komnas Perempuan telah menyisir dan mengoreksi sejumlah persoalan yang ada dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Hasilnya akan didalami lebih lanjut dalam pertemuan berikut yang rencananya akan dilaksanakan lagi di Grha Oikoumene. (Sumber PGI.or.id)