Cara yang berbeda dalam membaca cerita pengadilan terakhir (Matius 25 : 31 – 46).
Saatnya nanti ketika detik tidak lagi berbunyi, putaran bumi berhenti dan zaman sampai pada kematiannya. Maka akan diadakan pengadilan terbesar bagi seluruh orang di muka bumi ini. Pengadilan tersebut dipimpin oleh hakim tertinggi yang mempunyai kredibititas sangat terpercaya yaitu TUHAN. Ia akan didampingi oleh para ajudan, yang berpakaian putih dan bersayap. Pengadilan itu ternyata sangatlah sederhana. Pengadilan itu berlangsung tanpa ada proses yang berbelit-belit, tidak ada kesempatan bagi manusia untuk mengatur keputusan dengan cara memberi upeti kepada hakim melaui ajudanNya sebagai.
Pengadilan itu juga tidak membutuhkan pembela dan jaksa penuntut. Semuanya diambil alih oleh satu hakim yaitu Sang Maha Tahu. Ia memberikan perintah kepada seluruh ajudanNya untuk memisahkan semua manusia itu kedalam dua kelompok besar. “Tuan, bagaimana caranya bisa memisahkan mereka, mereka terlalu banyak untuk bisa ditanya satu persatu ?”, tanya seorang malaikat. “Sederhana saja, kamu tinggal mengamati dahi mereka masing-masing. Kalau nampak gambar domba maka perintahkan mereka untuk masuk ke Hall A dan kalau gambar yang terlihat adalah kambing maka perintahkanlah mereka untuk masuk ke Hall B”, demikianlah penjelasan Sang Empunya Kuasa sambil memegang baku besar di tangan kananNya. “Segera lakukan!”, lanjutNya.
Dalam sekejab, kumpulan itu sudah mulai memasuki hall A dan hall B. Sementara para malaikat sibuk mengamati dan mendata setiap orang masuk di Hall A dan Hall B, Sang Pengadil sudah menunggu di Hall A. Ia berdiri atas altar didampingi dua malaikat yang berdiri disebelah kiri dan kananNya. Setelah pintu ditutup dan semua orang sudah menempati tempat duduk masing-masing, Ia mulai berbicara. “Hai, saudaraku. Selamat datang di Rumah Kekekalan. Disini kita semua akan tetap hidup dan tidak akan pernah mengenal kematian lagi. Saya mengucapkan selamat untuk saudara semua karena semua yang masuk di ruangan ini akan menikmati nikmat surga selama-lamanya”, demikianlah kata Sang Pengasih. Serentak semua orang berdiri dan bertepuk tangan, sambil juga memberikan ucapan selamat kepada teman disebelah kanan dan kirinya.
Keriuhan itu tiba-tiba berhenti ketika ada satu orang yang berteriak dengan keras :”Tunggu dulu, apa yang pertimbangan dari keputusan itu Sang Pengasih. Kami senang akan keputusan ini, namun kami ingin tahu dasar pertimbangannya?”. “Silahkan duduk semuanya. Keputusan ini diambil berdasarkan pengalamanKu sendiri. Kalianlah orang-orang yang selalu memberi Aku makan ketika Aku kehabisan beras. Memberi Aku minum ketika Aku kehausan. Kalian pulalah yang senantiasa setia menjenguk Aku ketika Aku harus dirawat di Rumah Sakit. Bahkan kalian tidak segan untuk datang ke penjara untuk melawat Aku. Kalian semua juga perlu tahu, kalau pakaian yang Aku kenakan ini adalah pemberian kalian sewaktu Aku telanjang”, demikianlah penjelasan dari Sang Pengadil tersebut.
Semua orang tercengang, diam dan hening. Sampai akhirnya suasana hening itu terobek oleh seorang yang berdiri dan mengajukan pertanyaan : “Tuan, maaf sebelumnya. Supaya lebih jelas dan keputusan ini tidak salah alamat dan kami tidak mau menikmati kenikmatan yang bukan menjadi bagiankami. Senarnya kami atau paling tidak saya sendiri tidak pernah melakukan semuanya itu. Kami tidak pernah bertemu denganMu dalam keadaan yang Engkau sampailkan”. Dengan satu tarikan nafas dan senyum yang mengembang di bibir, Sang Penolong itu berkata : “Sesungguhnya, Aku sering mengubah diriKu menjadi orang-orang kecil, hina, papa dan terpinggirkan. Dan semua yang kamu lakukan untuk orang-orang yang hina, papa dan terpinggirkan itu, sebenarnya kamu sedang melakukannya untuk Aku. Aku tahu bahwa perbuatan baikmu tidak pernah bisa menebus kesalahanmu sendiri, namun Aku menambahkan karunia besar untuk semua kebaikanmu. Sekarang terimalah kebahagian yang sudah Aku siapkan untuk kalian”. Dalam sekejab susana menjadi riuh dengan tawa, tangis haru dan pelukan untuk saling mengucapkan selamat. Sementara mereka semua dengan terbungkus bahagia, Sang Pengadil keluar dari Hall A menuju Hall B.
Ukuran Hall B sangatlah besar, namun ternyata kursi yang disiapan oleh panitia tidak cukup bagi begitu banyak orang yang masuk. Sang Pangadil masuk dengan wajah yang tegang, membuat orang-orang yang hadir juga lebih tegang. Inilah putusan yang menentukan nasib mereka selama-lamanya. Ada yang kelihatan cemas karena orang-orang yang ia kenal di ruangan itu adalah orang yang jahat saat hidupnya. Banyak juga yang lain menampilkan wajah yang cerah karena mereka melihat banyak orang-orang saleh bahkan pemimpin-pemimpin agama yang pernah mereka kenal masuk di ruangan itu.
Sambil menghela nafas, Sang Pengadil mulai berbicara : “Hai, saudaraku. Selamat datang di Rumah Kekekalan. Disini kita semua akan tetap hidup dan tidak akan pernah mengenal kematian lagi. Saya harus menyampaikan keputusan ini untuk saudara semua. Saudara semua yang masuk di ruangan ini akan mengalami siksa neraka selama-lamanya”. Semua mulai ribut, ada yang mengumpat dan ada pula yang mau bergerak ke arah podium namun para pengawal dengan sigam membuat batas trasnparan yang tidak mungkin mereka tembus. Ada diantara mereka mulai berteriak :”Hai, Tuan… siapa yang mengatur keputusan ini. Berapa Engkau dibayar untuk menentukan keputusan ini. Kami siap membayar lebih’”.
Sambil tersenyu Sang Penguasa berkata :”Aku punya segala-galanya, jadi Aku tidak akan goyah oleh suap apapun. KeputusanKu ini tetap dan mengikat. Aku punya alasan yang jelas untuk keputusanKu ini. Kalian semua masuk dalam siksa neraka karena kalian tidak pernah memberi Aku makan saat Aku lapar, memberi Aku pakaian ketika Aku telanjang, menengok Aku ketika Sakit, menengok Aku dalam penjara. Kalian sangat keterlaluan sekali. Ada juga diantara kalian yang permemperhatikan Aku namun Aku menjadi kecewa sekali karena ternyata itu hanya kamuflase dan cara menarik simpati orang lain dan kemudian kalian mendapat kentungan berlipat kali ganda dengan apa yang kamu berikan kepadaKu”. Seseorang berdiri dan berkata dengan nada marah : “Memangnya, Tuan pernah lapar, haus, sakit atau dalam penjara? Kalaupun Tuan seperti itu, kami tidak pernah menerima proposal yang Tuan ajukan kepada kami. Kalau ada proposalnya kan, kami bisa acc”. Sambil menghela nafas Sang Pengadil berkata: “Itulah model kalian…. keterlaluan”. Dengan melambaikan tangan sebagai tanda perintah kemudian semua orang itu dimasukkan kedalam neraka.
Belum selesai prosesi penghukuman itu, masuklah malaikat berlari-lari menjumpai Sang Cahaya, ia menyembah dan kemudian berkata : “Tuan, mafkan kami. Ada banyak orang yang masih diluar dan belum masuk di Hall A dan Hall B. Kami bingung untuk dimasukan di kelompok mana. Tanda di dahi mereka berbeda dengan dua tanda yang sudah Tuan sampaikan”. Sambil menepuk pundak malaikat itu, Sang Sabda berkata : “Suruh mereka semua masuk di Hall C, mereka adalah kelompok srigala”.
Dalam sekejab Hall C sudah penuh sesak dengan orang-orang. Ruangan menjadi terasa panas karena orang yang memadati ruangan melampaui kapasitas. Sambil mengacungkan tangan kearah semua hadirin, Sang Pengadil mulai bersabda :” “Hai, saudaraku. Selamat datang di Rumah Kekekalan. Disini kita semua akan tetap hidup dan tidak akan pernah mengenal kematian lagi. Saya harus menyampaikan keputusan ini untuk saudara semua. Saudara semua yang masuk di ruangan ini akan mengalami siksa neraka selama-lamanya. Rancangan semua, tidak pernah ada kelompok srigala namun kalian membuat kelompok ini”. Ruangan menjadi sangat mencekam, nada marah Sang Penguasa membuat ngilu seluruh tubuh mereka. Sang Pengadil meneruskan sabdaNya : “Kalianlah kelompok orang yang membuat Aku lapar, menelanjangiKu didepan banyak orang, merampas minumKu untuk mencuci kakimu yang kotor. Kalianlah yang membuat lebam disekujur tubuhku, membuatKu sakit fisik maupun psikis. Kalianlah yang menjebloskanKu ke dalam penjara”.
Semakin mencekam suasana ruangan itu. Ada satu orang yang mencoba mengankat wajahnya untuk melihat kearah Sang Pengadil, tiba-tiba Sang Pengadil kembali berkata : “Hai kamu, yang mau mengangkat wajahmu. Apakah engakau mau membatah tuduhanKu? Apakah engkau mau mengatakan bahwa kamu tidak pernah melakukannya? Dengarkanlah Aku ; kamu adalah orang yang menganggap semua orang bahkan keluargamu sendiri adalah orang asing yang tidak perlu kau perhatikan. Kamu adalah perampas jaminan makanan bagi anak-anak bangsa. Kamu yang menjual sumber-sumber penghidupan untuk kesenanganmu sendiri. Kamu suka menelanjangi kesalahan orang dan juga menelanjangi satu generasi dengan merampas apa yang menjadi milik mereka. Kamu juga yang membuat anak-anak muda frustasi karena hidup tanpa teladan, dan membuat mereka terpaksa bertindak yang menyeret mereka ke penjara”.
Dengan tangan kanan yang diangkat keatas, Sang Pengadil bersabda : “Kalian semua masuk neraka dan bahkan sebenarnya kalian terlalu enak untuk dimasukkan ke dalam neraka”. Sekejak kemudian terdengar tangisan yang mengharu-biru, rintihan yang menyayat, penyesalan yang terlambat. Semuanya itu adalah akhir dari kehidupan dan sekarang ini kita belumlah sampai disana. Kita punya kesempatan untuk menata diri. Dikelompok manakah kita akan dikumpulkan?
Oleh: Pdt. Sundoyo. GKJ Brayat Kinasih.