GKJBrayatKinasih, Waingapu- Sidang Raya PGI XVII mulai memasuki inti persoalan yang harus dipikirkan dan dikerjakan oleh gereja. Seperti Tuhan yang terus berkarya, gereja juga harus terus berkarya untuk menghadirkan Kasih Tuhan bagi kehidupan dalam konteks Indonesia masa kini. Berikut Refleksi Sidang Raya PGI XVII 2019 yang ditulis oleh Pendeta Sundoyo.
Ini hari ke tiga saya menghirup udara kering tanah bukit kapur, disini cakrawala begitu dekat dengan pucuk bebatuan. Sambutan pekikan Kakalak dan Kayaka (pekikan kegembiraan) masih berbunyi di kepala saya. Sapaan indah dengan ciuman kas Sumba yaitu cium hidung. Setiap kali bertemu sebagai tanda kedekatan maka orang akan menyapa dengan menempelkan hidung satu dengan yang lain, sambil tangan memegang bahu. Terasa aneh untuk pertama kali, karena di Jawa orang akan berjabat tangan atau cipika cipiki. Orang Sumba memberikan sentuhan hidung. Hidung adalah organ tubuh untuk menghirup nafas kehidupan. Disaat salam Sumba dilakukan maka mereka sedang menghayati tentang persaudaraan yang tulus, berbagi nafas kehidupan. Sungguh salam yang memuat makna yang dalam karena penghormatan yang besar bagi kehidupan. Kehidupan berasal dari Tuhan dan berbagi untuk saling memeliharan kehidupan sesama.
Kegiatan persidangan hari ini dipenuhi dengan pencerahan rasionalitas dan emosional mengenai tema. Dimulai dari pemaparan Pdt Dr. Henriette Hutabarat Lebang, MA sebagai Ketua Umum PGI. Perempuan cerdas dari Gereja Toraja ini membawa peserta untuk menghayati bahwa Persidangan PGI adalah ziarah iman bersama umat Kristiani di Indonesia. Dalam buku Dari Gunung Sitoli ke Waingapu, sebagai bentuk pertanggunjawaban MPL PGI periode 2014 – 2019. Sidang Raya PGI XVI 2014 di Pulau Nias mengambil tema ‘Tuhan mengangkat kita dari samudera raya dengan empat keprihatinan mengenai kemiskinan, ketidakadilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan’. Gereja-gereja di Indonesia berusaha menjawab tiga masalah sekaligus (kemiskinan, ketidakadilan dan kerusakan lingkungan dengan semangat ‘keugaharian’. Semangat hidup yang sederhana dan menghayati bahwa alam ini cukup bagi semua jika masing-masig kita bersedia untuk berbagi. Jawaban ini menjadi relewan karena masalah yang terjadi disebabkan karena kerakusan manusia. Adanya ketidakadilan, kemiskinan dan kerusakan alam disebabkan prilaku rakus dan rasa yang tidak pernah cukup. Gereja menyuarakan semangat ‘berkecukupan’ dan kesediaan berbagi dengan sesama dan alam.
Perjalanan iman dilanjutkan dengan menghayati tentang Tuhan adalah Yang Awal dan Yang Akhir. Tuhan dihayati sebagai pihak yang melahirkan gereja, Dialah yang awal atas kehidupan termasuk di dalamnya adalah gereja. Tuhan memberikan mandat bagi gereja untuk berkarya bagi kehidupan. Seperti Tuhan yang terus berkarya maka gereja terus berkarya untuk menghadirkan Kasih Tuhan bagi kehidupan dalam konteks Indonesia masa kini. Secara khusus, hal yang menjadi perhatian penting adalah 1) Kehidupan dengan fenomena Post Truth Syndrom. 2) Revolusi Industri 4.0. 3) Artificial Intellegence dan Digital Dictatorship. Gereja dihadapkan dengan konteks tersebut untuk berteologi dan bersikap dengan benar. Ia harus tetap menjadi garam bagi kehidupan. Perempuan keturuan suku Batak dan suku Toraja ini mengutip pemikiran John Stott : “Jika daging itu membusuk, jangan salahkan dagingnya… Kemana garamnya?”.
Setelah istirahat pagi, acara dilanjutkan dengan sapaan dan paparan pemikiran dari Jendral (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan berpakaian adat Sumba, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI ini beberapa kali mengungkapkan bahwa gereja mempunyai peran penting untuk menyemangati jemaatnya untuk berkarya bagi bangsa. Tetapi bagaimana ia menyemangati kehidupan kalau khotbahnya saja muter-muter tidak jelas. Hanya bicara dari Yerusalam dan surga, kapan mampir ke Indonesia. Sontak 600 orang yang hadir menyambutnya dengan gelak tawa dan tepuk tangan.
Beliau menjelaskan bagaimana konteks global, konteks Indonesia dan peran apa yang bisa dilakukan oleh gereja dalam gerak perjalanan bangsa ini. Indonesia adalah negara yang sangat besar dan sangat kaya dengan potensi alam. Indonesia sudah harus berhenti menjual row material alam milik Ibu Pertiwi. Anak-anak bangsa harus mengembangkan teknologi untuk membuat industri yang mengolah bahan mentah menjadi barang yang bernilai tinggi. Oleh karena itu negara harus memikirkan generasi mudanya untuk memiliki pendidikan terbaik supaya mampu mengembangkan teknologi. Supaya anak bangsa tidak menjadi buruh atau bahkan budak di rumah sendiri karena ketidakmampuan menguasai teknologi.
Jalan satu-satunya adalah pendidikan. Gereja dipanggil untuk berperan dalam memberikan dukungan bagi anak-anak negeri memilki kesempatan pendidikan yang baik. Selanjutnya jendral yang berusia 72 tahun ini memberikan pesan kepada gereja supaya terus mendoakan anak-anak yang keluar dari rahim gereja untuk terus terjaga dalam karya bagi bangsa ini. Beliau menutup uraiannya dengan menyatakan bahwa dirinya akan mengabdi bagi bangsa ini, sesuai dengan talenta yang ia punya. “Saya tidak akan melacurkan profesionalitas saya, saya tidak mau dikenal oleh anak cucu nanti bahwa opung mereka dulu membuat kebijakan yang merugikan bangsa ini. Saya akan kerjakan segala sesuau untuk kemuliaan nama Tuhan’. Beliau mengutip teks dari 1 Korn 10 : 31. Kalimat yang menggetarkan seluruh nadi para peserta, disambut dengan tepuk tangan panjang dari pemimpin-pemimpin sinode se Indonesia.
Rangkaian acara hari ini cukup panjang dan baru selesai jam 19.30 WITA. Pak Guru Oskar Umbu Ama mengajak saya jalan keliling kota bersama dengan keluarga. Kita makan Mie Ayam, makanan berkuah yang seger. Terlihat sungguh nyata kalau penjualnya adalah orang jawa. Saat saya selesai makan, saya bilang matur nuwun dan ia menyaut sami-sami pak dengan logat Solo atau Wonogiri. Hari diakhiri dengan menerima tamu anak-anak Sumba yang saat kuliah di Yogya senantiasa setia beribadah GKJ Brayat Kinasih. Mereka menyebut diri sebagai alumni GKJ Brayat Kinasih. Topik ini akan saya bahas lain waktu.
Semoga kita bersama dalam berjalan dalam ziarah iman bersama-sama umat percaya di bumi Bhineka Tunggal Ika ini. Tuhan Yesus memberkati.