“Banyak hal mungkin datang kepada mereka yang menunggu, tetapi hanya hal-hal yang disisakan oleh mereka yang bekerja keras”
(*Albert Einstein )
Setiap Selasa pagi, saya harus bergegas dan berangkat lebih pagi dari biasanya, dikarenakan di hari itu saya mengajar lebih pagi. Dalam perjalanan menuju ke kampus tempat saya mengajar pagi ini, saya menemukan ada sekumpulan anak muda yang sedang duduk-duduk di depan sebuah ruko yang kebetulan belum buka karena masih pagi, tetapi pemandangan ini cukup berbeda dari kumpul-kumpul seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Dan kalau boleh jujur pemandangan ini membuat saya sangat sedih.
Alasan saya sedikit kecewa dengan pemandangan itu adalah karena saya menyadari bahwa saya dan mereka memiliki status yang sama, yakni sama-sama anak perantau. Kami adalah sekumpulan anak pendatang. Jika memang demikian, saya heran mengapa tidak mengisi hari-hari selama di tanah rantau dengan giat dan ulet. Saya tidak pernah tahu, alasan mereka “bersantai” di pagi hari bahkan seakan bermalas-malasan. Mungkin mereka para pekerja yang sibuk justru di sore hingga subuh, dan saya tidak punya hak apapun untuk menghakimi “kekosongan aktivitas” yang saya dapati saat berangkat bekerja.
Namun, saya secara personal yakin sebenarnya masa depan bagi setiap orang itu ada, hanya saja pertanyaannya adalah kita mau untuk mengupayakan atau tidak.
Saya ingat pertama kali melangkahkan kaki di kota ini, begitu banyak pertanyaan dan juga ketakutan yang saya rasakan. Pertanyaan mendasar adalah apakah saya mampu ‘bersaing’, apakah saya kuat, dan apakah saya akan berhasil. Jawaban dari pertanyaan itu tidak datang dalam semalam dan tidak muncul dari tangan yang berpangku dan kaki yang dilipat, tapi ditentukan dari usaha apa yang kita lakukan.
Dalam memulai dan menjalani pelayanan-Nya, Yesus selalu mengingatkan para murid bahwa tidak akan selamanya Dia ada bersama mereka. Saat hendak mempersiapkan untuk makan Paskah (Luk 22:7-46) dan sampai pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, pada dasarnya Yesus tahu apa yang akan segera terjadi. Masa pelayanan yang Yesus lakukan bersama para murid merupakan masa Yesus menanti tibanya bentuk ‘puncak dari pelayananNya’ di dunia ini.
Yesus tahu persis kematian akan menimpa-Nya tapi Dia tetap setia sampai akhir. Walaupun kita mendapati sesekali Yesus mengeluh, marah, kecewa, dan juga sedih tetapi perasaan itu tidak membuat Yesus kemudian mundur ataupun menghindarkan diri dari tugas dan tujuan-Nya datang ke dunia ini. ‘Ruang tunggu’ yang digunakan Yesus menjadi sangat bermanfaat, Dia menggunakan seluruh waktu-Nya dengan memberikan pengajaran kepada banyak orang, tentang kasih, pengampunan, dan hidup dalam pengharapan.
Ketika waktu menunggu itu selesai, Yesus menutupnya dengan sangat indah: “SUDAH SELESAI” yang bermakna segala pelayanan-Nya di dunia dalam wujud manusia sudah selesai. Sudah tuntas, dengan sempurna. Kini pertanyaan bagi setiap kita adalah “apa yang sudah kita gunakan selama berada di ruang tunggu kita masing-masing?” Apakah kita sudah giat mengusahakan segala kesempatan dan talenta?
Setiap kita pasti memiliki cita-cita, keinginan, atau kemauan yang besar, tidak ada yang salah dengan itu, karena pepatah hidup mengatakan raihlah ketinggian, karena bintang-bintang tersembunyi dalam jiwamu. Bermimpilah dalam-dalam, karena setiap impian mengawali tujuan. Namun jangan lupa, sebelum itu terwujud maka artinya kita masih berada di ruang tunggu. Menunggu asa kita tercapai.
Dengan menyadari hal itu, maka patutlah kita bertanya sudahkah kita sabar menanti dan menggunakan waktu menunggu itu dengan semaksimal mungkin. Siapa pun punya hak untuk meraih cita-cita, dan Tuhan juga memberi masing-masing kita kemampuan tertentu. Tugas kita, adalah berusah agar pada akhirnya saat penantian itu selesai kita dapat pergi ke hadapan orang tua kita dan kemudian berkata “anakmu berhasil”. Bukankah hasil perjuangan dan perjuangan itu sendiri adalah persembahan terbaik bagi mereka yang selalu setia menemani kita selama ada di ruang tunggu?
“Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.” Pengkhotbah 11:6
Oleh: Mike Makahenggang