GKJbrayatkinasih, Jakarta- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengepresiasi, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sebab, Perpres PPK sangat menekankan pada penguatan pendidikan karakter.
Dia menambahkan, aturan tersebut tidak seperti Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang menekankan pada hari sekolah dan lamanya anak belajar di sekolah. “Selain itu, Perpres PPK menghapus kewajiban sekolah delapan jam per hari atau 40 jam per pekan, hal ini jelas didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan yang terbaik bagi anak,” kata Retno melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (7/9).
Retno menerangkan, pada Pasal 9 Perpres tentang PPK, terlihat pemerintah mengakomodir pihak-pihak yang keberatan dengan pemberlakuan sekolah lima hari. Pasal tersebut kemudian memberikan pilihan lima hari atau enam hari sekolah.
Bahkan, Pasal 9 Ayat 3 menentukan persyaratan sekolah lima hari melalui poin (a) sampai dengan (d). Selain kecukupan pendidik, syarat sekolah lima hari yakni harus didukung sarana dan prasarana memadai serta kearifan lokal dan pendapat ulama atau tokoh agama.
“Prasyarat menjadikan lima hari sekolah tidak mudah dilaksanakan oleh satuan pendidikan tanpa memenuhi keempat prasyarat tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Perpres PPK juga tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan. Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari perpres yang menjadi petunjuk teknisnya.
Lima Saran KPAI
Retno Listyarti menyarankan lima hal agar penguatan pendidikan karakter berhasil. Menurutnya, membangun karakter harus dimulai dengan membangun budaya sekolah (school culture). Artinya, melibatkan seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder di sekolah. Mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orang tua serta masyarakat sekitar.
Kedua, Retno melanjutkan, pembangunan karakter harus dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah. Sebab, 70 persen perilaku anak-anak adalah meniru. Dia menambahkan, anak belajar dari model atau butuh panutan atau role model di sekitarnya.
“Misalnya sekolah ingin menanamkan karakter jujur, harus dimulai dari kepala sekolah yang mengelola keuangan sekolah secara transparan, laporan keuangan dapat diakses di website sekolah, anggaran disusun dengan partisipasi warga sekolah, dan lain-lain,” ujar dia melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (7/9).
Dia menerangkan jika kepala sekolah mencontohkan transparan maka pengurus OSIS pasti meniru dengan mengelola uang secara transparan. Juga melaporkannya secara transparan kepada publik.
Ketiga, dia menjelaskan, mendidik karakter adalah membangun kebiasaan, perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan. Misalnya, perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah di sekolah.
Dia menerangkan anak-anak perlu dibiasakan menyimpan sampahnya kalau tidak menemukan tempat sampah. Jika anak-anak terbiasa melakukan ini maka dia akan menyimpan sampai sampai menemukan tempat sampah.
Retno menuturkan ini harus konsisten dan secara terus menerus dilakukan. Tentu saja, dia mengatakan guru dan kepala sekolah harus menirukan hal serupa sehingga menjadi panutan atau teladan bagi siswa.
Keempat, dia mengatakan, keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang akan jadi role model bagi peserta didik. Tidak adil kalau pendidikan penguatan karakter hanya menuntut anak berubah tetapi tidak diiringi dengan perubahan manusia dewasa di sekitar anak.
Kelima, Retno melanjutkan, agar PPK berhasil diimplementasikan oleh satuan pendidikan, pemerintah harus berkonsentrasi penuh melatih dan mempersiapkan guru. Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi delapan standar nasional pendidikan (SNP).
“Yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan,” ujar dia.
Retno mengapresiasi perpres ini. Namun, dia menyatakan, aturan ini tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan. Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari perpres yang menjadi petunjuk teknis.
“Ada Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi PPK. Pertama, karakter tidak bisa di diteorikan apalagi didiktekan pada anak. Karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah,” kata Retno. (Sumber: kpai.go.id)