“Pak, karcisipun pundi ?”, kata saya meminta karcis kepada tukang parkir di Jalan Malioboro. Setelah mendapatkan tanda penitipan barang atau lebih tepatnya tanda pembayaran retribusi parkir, segera saya berlari menuju mall di jalan yang ramai wisatawan itu. Setelah sekian lama mencari benda yang menjadi target operasi, dan setelah mata kembali bersih karena dicuci di mall, lelahlah tubuh tambun ini. Setelah selesai memenuhi permintaan perut dan cukup bagi kaki untuk berselonjor maka bergegaslah kaki ini mengayun menuju parkir motor.
Saya behenti senjenak, melihat tempat yang tadi motor inventaris gereja itu terparkir, yang ada adalah motor bebek butut. Sambil berjinjit-jinjit saya coba menyapu seluruh penjuru parkir di tepian jalan penuh sesak dengan kendaraan, mencari tanda-tanda keberadaan kendaraan yang sudah menemani saya selama 4 tahun ini.
Setelah sekian waktu, seorang yang menggunakan rompi warna oranye mendekat dan bertanya : “Motore nopa mas ?”. “Mega Pro pak, kala wau kula parkir wonten mriki“, jawab saya sambil mengulurkan tanda parkir. Selelah mencari beberapa waktu, pria bertopi itu menyatakan bahwa dia adalah petugas pengganti karena teman yang sebelumnya sudah pulang. Saya agak kaget dan mulai membayangkan hal buruk terjadi. “Pak, terus piye iki ? Aku mau parkir neng kene”, dengan suara yang meninggi sambil menunjuk kartu parkir yang tadi saya serahkan.
“Waduh mas, aku ora ngerti je”, kata laki-laki kurus itu sambil berlari kecil ke arah orang yang mau mengambil motornya. Saya mencoba berjalan mengikutinya dari belakang, berdiri mematung memandang dia sibuk mengeluarkan motor dari barisan parkirnya. “Sebentar ya mas”, katanya dengan wajah yang tenang. Saya semakin gusar melihat ketenangan wajah juru parkir itu, dan mencoba tenang sambil berdoa. Saya mengambil hp dan kemudian mencoba menghubungi teman-teman yang pernah saya layani di Lembaga Pemasyarakatan namun semuanya tidak dapat dihubungi. Saya meminta lagi karcis yang tadi saya serahkan, sejurus kemudian saya sudah menyeberangi jalan menuju Sosrowijayan. Saya mencoba mencari kenalan yang ada di sana, siapa tahu dia bisa memberikan jalan keluar atas kejadian buruk yang saya alami ini. Namun semua hasilnya mengecewakan, tidak ada jalan keluar dan hanya berbagai pertanyaan yang menyudutkan.
Saya putuskan untuk mencari sendiri, di tempat-tempat yang belum pernah saya terlusuri di gang-gang sempit. Saya terus berjalan, mengamati sambil sesekali mengusap air mata yang entah kenapa sulit dibendung. Saya bingung dan membayangkan pertanggungjawaban yang harus saya buat soal kehilangan motor dinas ini. Setelah lelah berkeliling tanpa arah yang pasti dan dengan hasil yang mengecewakan, saya kembali ke tempat parkir yang semula dan menayakan apakah ada kabar baik yang bisa memulihkan sumsum tulang saya. Namun ternyata jawaban yang datar dan ekspresi tanpa bebanlah yang saya terima. Setelah membeli air minum kemasan dan menuangkannya ke jalur kering di balik mulut, saya berjalan lagi dan menyusuri jalan-jalan kecil yang lain sambil terus mengawasi keadaan sekeliling mata.
Setelah berputar-putar menghabiskan seluruh harapan, akhirnya saya terduduk di tepi gang sempit. Dengan tangan merangkul kedua kaki, saya berdoa sambil menangis. Saya ingat betul doa yang luar biasa ini ; “Tuhan, buatlah saya tertidur dan ketika bangun, semuanya ini hanyalah mimpi”. Setelah mengatakan amin, seketika itu juga saya terbangun, terbangun dari mimpi buruk. Saya bangan dengan kondisi tubuh yang sangat lelah dan keringat dingin membungkus seluruh kulit. Oh… ternyata saya hanya bermimpi, saya tidak sungguh-sungguh kehilangan sepeda motor. Semuanya hanya mimpi buruk dan saya sungguh bersyukur.
Mimpi buruk itu terus terngiang dan mengganggu pikiran saya yang sedang tegang menghadapi ujian mid semester. Terlepas dari semuanya itu, akhirnya saya menemukan makna mimpi itu bagi kehidupan batin saya sendiri. Saya belajar bahwa kehidupan ini tidak semuanya adalah mimpi buruk, namun banyak peristiwa itu adalah kenyataan yang buruk. Kalau yang dialami itu adalah mimpi buruk sebenarnya masih bersyukur karena itu hanya mimpi dan kenyataannya tidak seperti yang terjadi di mimpi. Namun banyak peristiwa kehidupan yang setelah kita berdoa supaya Tuhan membuat kita tertidur dan kemudian bangun tenyata masih menjadi kenyataan yang mengerikan.
Peristiwa buruk yang betul-betul terjadi pada kenyataan membuat kita merasa ngilu dan kaku. Dalam keadaan yang seperti inilah kita membutuhkan penolong yang menguatkan kita menghadapi kenyataan, hal-hal yang seperti inilah yang membuat kita begitu bisa menghayati apa yang diucapkan oleh Yesus dalam doaNya ; “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”. (Yohanes 14:16)
Tidak semua hal yang buruk adalah mimpi buruk, tetapi begitu banyak hal adalah kenyataan buruk dan kenyataan baiknya adalah kita memiliki penolong yang setia menemani kita menjalani kenyataan buruk kehidupan.
Oleh : Pdt. Sundoyo
Pendeta GKJ Brayat Kinasih